24 Juni 2016


STOP bergurau tentang KKN dengan memanjangkan singkatannya menjadi ‘Kisah Kasih Nyata’. Mengapa? Karena itu BASI. Bagaimana tidak basi, saya sudah dengar gurauan itu sejak Ibu saya masih setangguh Natasha Romanoff. Jadi jika di tahun 2016 ketiga kata itu masih kamu dengar, segeralah kamu daftarkan orang yang ngomong itu ke museum.

Sebagai seorang jomblo militan dan aktivis kesetaraan cinta, saya tidak bisa tinggal diam. Saya merasa getir dengan nasib para jomblo-jomblo militan yang tersebar di seluruh Indonesia, yang dengan adanya KKN ini membuat naluri buas mereka meronta-ronta. Naluri buas yang sudah mereka pendam sejak lama, jika terhambur keluar bisa mengancam kedamaian Dinasti Jomblo Nusantara. Untuk itulah saya harus membongkar semua kepentingan di balik program KKN melalui tulisan ini.

Program KKN adalah bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa dengan pendekatan lintas keilmuan dan sektoral pada waktu dan daerah tertentu(1). Kegiatan ini harus memadukan tri dharma perguruan (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian) kepada masyarakat. Sejak tahun 1971 tidak pernah ada ceritanya program ini banting setir jadi ajang pengembangbiakan asmara. Jika dalam prakteknya banyak yang menjadikan KKN ini ajang pencarian jodoh, hambok wes meluo program Take Me Out Indosiar.

Saya masih ingat ketika saya mengikuti pembekalan KKN, ada pembicara yang berulangkali membuat gurauan tentang jodoh. Beliau bilang di lokasi KKN bisa terjadi cinlok. Baik itu sesama peserta KKN dalam satu kelompok, peserta KKN antar kelompok maupun peserta KKN dengan warga desa. Jika saat pembekalan saja materinya semengerikan ini, mentalitas jomblo yang lemah bisa terguncang habis-habisan. Saking terguncangnya, saya jadi kasihan kalau ia sudah membulatkan tekad untuk mendapat pacar saat KKN ternyata harus pulang dengan tangan hampa. Bayangkan, betapa depresinya mahasiswa itu.

Contoh di atas baru tahap pembekalan, di lokasi KKN situasinya lebih ngeri lagi. Dulu saya mendapat tempat menginap satu rumah untuk seluruh anggota tim, baik laki-laki maupun perempuan. Rumah itu hanya terdiri dari dua ruangan, ruang tidur perempuan dan ruang tamu. Sedangkan kamar mandi ada di luar rumah. Mau tidak mau kami saling tahu aktivitas antar anggota tim. Mau masak, mandi, nyuci, nyapu, ngepel, galer, pokoknya semua pasti tahu. Mau yang muka kelas L’oreal hingga kelas Biore kalau bangun tidur yang kita lihat ya muka-muka iler semua, kami tahu itu.

Dari kebiasaan bersama itu kita akan tahu karakter teman kita yang seasli-aslinya, tanpa pencitraan dan reka-reka. Kecuali kamu titisan Christian Grey, yang bisa pura-pura jadi makhluk sempurna. Dengan mengenal begitu dalam seseorang, tinggal nunggu waktu yang tepat saja untuk merasakan gejolak-gejolak baper. Di sinilah loyalitas para jomblo diuji, mau menuruti kebaperannya atau mau mempertahankan dinasti para jomblo.

Saat ini jomblo bukan lagi sebuah status kesendirian. Jomblo adalah sebuah pergerakan yang menentang kekuasaan orang-orang berasmara. Jomblo adalah simbol perlawanan terhadap intervensi kapitalisme cinta. Dalam hitungan kasar, para jomblo yang tergabung dalam pergerakan ini sudah mencapai 15JUTA jiwa. Kami masih sembunyi-sembunyi menyebarkan ajaran jombloisme, jika waktunya sudah tepat kami segera melancarkan revolusi.

Di kampus saya, UNS Solo mengalami reborn KKN pada angkatan 2011. Fakta ini menunjukan bagaimana perlawanan terhadap pergerakan jombloisme begitu menghawatirkan. Meningkatnya mahasiswa yang teridentifikasi sebagai jomblo meresahkan civitas akademika bahkan mengganggu jalannya perkuliahan. Bagaimana tidak menganggu, sepeda motor yang bisa dinaiki berdua dengan kekasih harus dikendarai sendiri-sendiri dan sudah pasti membludaklah area parkiran kampus. Gara-gara itulah mahasiswa tidak hanya kesulitan mencari dosen pembimbing tapi juga kesulitan mencari slot parkir yang kosong dan helm yang hilang.

Semangat jombloisme berbanding lurus dengan semangat titip absen. Ini sungguh meresahkan pihak kampus. Dengan kemandirian dan kebebasan absolut yang dimiliki oleh jomblo, membuat mereka leluasa bolos kelas dan kluyuran entah kemana. Maka dari itu pihak kampus terpaksa menggalakkan program-program makcoblang agar mereka ini punya pacar. Kehadiran pacar akan menunjang kerajinan dan sangat memotivasi mahasiswa untuk menyelesaikan studinya. Selain itu memberdayakan pacar juga jadi solusi yang tepat mengingat peran Pembimbing Akademik (PA) kurang efektif. Program pemberdayaan pacar ini adalah kartu AS yang dimiliki pihak kampus, selebihnya sering disebut sebagai external force program.

Jika melihat dampaknya, KKN sudah pasti agenda utama dari external force program. Tidak dapat disangkal lagi. Penganut jombloisme garis keras begitu ikut KKN langsung punya pacar. Saya pun semakin curiga kalau KKN diam-diam melakukan brain wash kepada kami para jomblo militan. Tapi bagaimana caranya? Kapan? Dan kenapa tidak berdampak pada saya? :O

Setelah saya diskusikan dengan teman-teman jomblo yang selamat dari kiamat sugro ini, usut punya usut kami menduga penyebabnya adalah saat tes kesehatan. Salah satu syarat mengikuti KKN adalah dengan menyertakan surat keterangan sehat. Untuk itu kampus memfasilitasi bagi calon peserta KKN agar bisa melakukan tes kesehatan secara gratis di klinik kampus. Pada waktu itu karena saya males antri dan pilih bayar dua puluh ribu, saya priksa ke PKU dekat rumah saya.

Benar saja. Selama KKN saya tidak merasakan benih-benih asmara. Bahkan barisan mamah muda di desa Tompegunung (Kab. Pati) pun tak mampu menggetarkan dopamin dan libido saya. Termasuk Mbak Rini yang konon kecantikannya melebihi Hathor, Aphrodite bahkan Freya. Kehadiran Mbak Rini sebagai penjual es batu dan pulsa di desa Tompegunung membuat saya semakin curiga kalau semua perihal KKN ini cuma ilusi semata. Dilogika saja, bagaimana mungkin titisan Dewi Freya yang pesonanya bikin Mbah Odin bertekuklutut bisa-bisanya ada di lokasi KKN saya. Satu-satunya penjelasan yang mungkin adalah mbak Rini ini agen yang dikirim pihak kampus sebagai bagian dari external force program.

Melihat realitas yang saya temukan di balik program KKN membuat saya depresi. Pergerakan para jomblo militan regional Solo mengalami kemerosotan yang begitu tajam. Batin saya sebagai jomblo garis keras tersayat-sayat melihat kawan-kawan saya mulai berpasang-pasangan :'( . Gagasan saya yang mengutip Pram tentang “jomblo sejak dalam pikiran” pun tertolak oleh mereka para mantan-mantan jomblo. Bahkan saya juga tak luput mengutip kata-kata sakti Bung Karno “beri aku sepuluh pemuda (tanpa pacar) maka akan kuguncang dunia”. Ternyata ungkapan itu sudah tak selevolusioner dulu.

Dengan berat hati saya mengakui jombloisme untuk zaman ini sudah gagal. Lemahnya mentalitas para jomblo dan kuatnya kapitalisme cinta memaksa saya mundur dari pergerakan ini. Hingga menunggu waktu yang tepat datang, saya akan bersiap dengan pergerakan berikutnya. Untuk saat ini saya ingin fokus skripsi dulu, pergerakan ini saya turunkan pada kalian wahai pemuda. Terserah dengan strategi kalian nantinya, saya akan menyaksikan bagaimana postjombloisme ini menjatuhkan kolonialisme cinta. Sukur-sukur jika kalian bisa memboikot KKN, minimal dimulai menyebarkan isu kemerdekaan melaui slogan “Kisah Kasih Ndasmu”.

Source pict: digitalcommonwealth.org

18 Juni 2016


Tulisan ini bisa dibilang review full spoiler dari film Requiem For a Dream. Requiem For a Dream adalah film psychedelic yang rilis tahun 2000 yang diperankan oleh Jared Letto (pemeran Joker dalam film Suicide Squad), informasi detail bisa lihat saja di IMDB (8,4/10). Film ini sangat sederhana, dengan cinematografi yang tidak membosankan bahkan benar-benar bisa mendramatisir cerita dan emosi yang ingin disampaikan. Selanjutnya mari kita bedah sedikit demi sedikit film ini, yuk simak!

Requiem dalam judul film ini adalah sebuah istilah yang merupakan doa (seringkali berupa musik) untuk orang mati dan diadakan dengan upacara di gereja. Secara sederhana, Requiem For a Dream adalah ‘doa orang mati untuk sebuah mimpi’. Judul yang sangat PAS dengan cerita yang disajikan dalam film.

Requiem for a Dream benar-benar film psychedelic sejati. Dalam kamus, psychedelic adalah ‘ketenangan jiwa yang terpengaruh rasa birahi dan seni cinta perasaan serupa itu akibat obat bius’. Film ini berkutat pada obat bius, seks, cinta, impian dan semua itu beradupadu menjadi satu dalam wadah yang bernama CANDU.

Dalam film ini terdapat empat tokoh penting (saya tuliskan secara ringkas per paragraf ya);

Harry Goldfarb (Jared Leto) adalah anak muda lulusan perguruan tinggi yang menjadi pengangguran (familiar? Hehe). Ia tinggal berdua saja bersama Ibunya di sebuah apartemen. Hingga kemudian ia pergi dari rumah demi mengejar passionnya sebagai kurir narkoba bersama pacar dan sahabatnya.

Sara Goldfarb (Ellen Burstyn) adalah ibunya Harry. Beliau ini sehari-hari kerjanya nonton TV khususnya acara variety show semacam Super Deal 2 milliar tapi gak pakai deal-dealan atau Super Family 100 tapi gak pakai survey dan jokes garing ala Eko Patrio.

Marion Silver (Jennifer Connelly) adalah kekasih Harry. Hidupnya ia habiskan untuk pacaran baik outdoor maupun indoor. Meski Marion dan Harry ini hidup di dunia hitam, tapi kisah cinta mereka ini bikin gemes-gemes manja.

Tyrone C. Love (Marlon Wayans) adalah sabahat Harry. Ia yang mengajak Harry terjun ke dunia hitam. Kos-kosannya sering ditempati Harry dan Marion, mereka kerap mengadakan pesta narkoba kecil-kecilan, sekecil rindumu padaku.

Televisi, Obsesi dan Eksistensi

Sara (Ibu Harry) awalnya seorang perempuan paruh baya yang sangat waras dan logis. Hingga kemudian tiba-tiba ia mendapat telfon yang menyatakan bahwa dirinya terpilih sebagai kontestan “Maylin and Block”, acara televisi favoritnya. Sejak saat itu ia selalu membayangkan dirinya berdiri di sebuah acara TV mengenakan gaun merah kesayangannya. Sayangnya, gaun cantik itu sudah tak muat ditubuhnya.

Sembari menunggu konfirmasi dari pihak TV, Sara menjalani program diet agar bisa tampil sempurna di layar kaca. Diet berjalan sangat sulit baginya, rasa lapar terus mengancam dari balik pintu kulkas. Disatu sisi ia ingin makan, disisi lain ia ingin terlihat cantik memakai gaun andalannya. Ambivalensi itu yang kemudian memunculkan benih-benih kegilaan dalam otaknya. (Saya sering terjebak situasi ini, pingin ini dan itu dalam waktu bersamaan padahal keduanya bertolakbelakang).

Diet tidak sukses, kini ia mencoba melakukan sedot lemak. Dokter yang menangani menyuruhnya meminum pil berwarna warni dengan ketentuan jam minum yang ketat sekali. Namun semua kembali menjadi kacau ketika obsesi cantik kembali datang. Sara yang tiap hari nonton acara Maylin and Block tapi tak kunjung dapat kepastian tampil, lambat laun ambisinya untuk tampil sempurna semakin menggerogoti nalar. Ia mengalami delusi parah, ketakutannya gagal diet menghantui setiap saat. Alhasil, tiap ia merasa cemas ia meminum obat yang diberikan si dokter tanpa aturan minum. Berawal dari dua butir sekaligus, tiga butir, empat dan seterusnya.

Bermalam-malam kegilaan menghantuinya dan horeee diet sukses! Kini Sara bisa memakai gaun kesayangannya. Yang jadi masalah berikutnya adalah tak ada konfirmasi dari pihak TV kapan Sara bakal tampil. Setiap hari ia menunggu, nonton TV, berhalusinasi, berfantasi, berekspektasi di dalam rumahnya sendiri karena Harry tidak pernah pulang ke rumah. Sara kesepian, ia ingin diperhatikan, disanjung, jadi pusat perhatian. Ia ingin tampil di TV, ditonton banyak orang. Tampil di TV sudah jadi tolok ukur kesuksesan baginya, tampil di TV adalah fantasinya akan surga.

Sara memakai gaunnya setiap hari. Karena tak sabar lagi, ia pergi mendatangi kantor TV yang letaknya jauh dari tempat tinggalnya. Ia berjalan kaki tanpa alas kaki. Ia tampil dipublik tanpa tatanan rambut yang jelas. Baginya yang terpenting adalah mengenakan gaun kesayangannya. Ia bicara dengan semua orang yang ditemuinya, mengatakan bahwa ia akan tampil di TV. Dan orang-orang sudah pasti melabelinya GILA.

Sampai di kantor TV Sara bahagia tak karuan. Ia terus bicara dengan semua orang bahwa namanya ‘Sara Goldfarb’ memenangkan pencarian kontestan acara Maylin and Block. Ia menanyakan berulangkali kapan tepatnya ia bakal tampil. Bahkan ia rela tidak akan menerima uang sepeserpun asalkan ia jadi nongol di TV. Orang-orang memandangnya penuh iba dan takut, bagaimana tidak, Sara sudah benar-benar terlihat seperti orang gila profesional. Kemudian petugas membawanya ke rumah sakit, ya Rumah Sakit Jiwa.

Ekstasi, Obsesi dan Prostitusi

Sementara itu, Harry Goldfarb yang meninggalkan rumah mulai menjalankan bisnis gelapnya. Bersama Tyrone dan Marion, bisnis mereka bisa dibilang sukses. Entah berapa lembaran dollar yang sudah mereka tabung, dan entah berapa malam yang mereka habiskan untuk teler, seolah dunia tak mengizinkan mereka gagal.

Namun semua tak bertahan lama, masalah bermunculan mulai dari gagal mendapat pasokan hingga terjebak dalam situasi baku tembak dan penahanan oleh pihak berwajib. Chaos! Itulah yang terjadi pada mereka. Macetnya pasokan narkoba membuat mereka lebih sering beradu mulut. Tak ada uang di musim dingin adalah mimpi buruk bagi mereka bertiga.

Karena saking kepepetnya, Harry meminta Marion untuk menghubungi pembimbing konselinya dan menjajakan layanan seks. Tidak ada pilihan lain, Marion harus melakukan. Ternyata uang hasil prostitusi itu tidak terlalu memberikan efek bagi mereka. Dalam sekejab uang itu langsung ludes secepat api yang menjadikannya abu.

Selanjutnya bermodal nekat, Harry dan Tyrone berencana mengejar pemasok narkoba entah berapa mil jauhnya. Sementara itu, Marion ditinggal sendiri yang sebelumnya cekcok dengan Harry yang berujung pada musibah baru. Marion yang sakau merengek-rengek ke Harry, karena Harry juga lagi ‘kosong’ akhirnya malam itu mereka bertengkar. Harry meninggalkan Marion dengan sebuah nomor.

Marion tak sanggup menahan dirinya, kegilaan mulai merasuki nalar. Ia menghubungi nomor yang diberikan Harry. Dan ternyata itu adalah nomor salah seorang konglomerat berkulit hitam yang suka sekali dengan wanita kulit putih dan pirang. Marion mendatangi bos genk itu di sebuah hotel mewah, tentu saja untuk menjajakan layanan seks.

Adegan seks tidak dipertontonkan, hanya secara simbolik film ini berhasil mendapatkan esensinya. Yaitu ketika si bos meminta Marion melakukan blowjob, dan tentu Marion tak punya kuasa untuk menolaknya. Dari sini saya melihat bagaimana scene ini sangat kuat menyimbolkan bagaimana kuasa orang kulit putih dibabat habis-habisan oleh orang kulit hitam. Jika kita mengingat sejarah bagaimana politik apertheid pada masa lalu, maka scene ini adalah oposisi biner dari peristiwa kelam itu. Seorang perempuan kulit putih ditanah Amerika, harus memuaskan hasrat seks orang kulit hitam dengan gaya bercinta yang sangat dibenci para perempuan (kepuasan sepihak). Benar-benar simbolisasi penakhlukan yang sempurna.

Setelah pekerjaan tunggal Marion selesai, ia mendapat undangan istimewa dari si bos. Sebuah pesta ‘sex show’ dengan melibatkan banyak konglomerat, banyak PSK dan tentu saja banyak uang. Karena Harry tak kunjung datang juga, Marion memutuskan untuk memenuhi undangan itu. Ia dipaksa melakukan hal yang sangat menjijikan dan menyakitkan dihadapan para pria berdasi. Hingga semua selesai, ia terkulai lemas di sofa dan tersenyum bahagia menatap bergepok-gepok uang yang ia miliki.

Jauh dari situ Harry dan Tyrone tak luput dari celaka. Dalam perjalanan, tangan Harry menunjukan ketakwajaran. Tangannya membusuk karena terlalu banyak menyuntikan narkoba. Mereka berdua memutuskan untuk ke rumah sakit. Sungguh sial, dokter yang tau benar kenapa tangan Harry membusuk langsung memanggil polisi. Tanpa pengobatan, Harry digiring ke penjara rehabilitasi bersama Tyrone. Kebusukan ditangan Harry terus melebar, tak ada pilihan lain, tangannya harus diamputasi. Di sinilah Harry dan Tyrone berpisah.

Harry terbaring dikamar operasi tanpa lengan. Tyrone terbaring di penjara rehabilitasi yang sangat kejam. Sara terbaring di rumah sakit jiwa dengan tangan dan kaki terikat. Dan Marion terbaring di sofa tanpa masa depan. Terbaringnya semua tokoh dalam cerita ini sungguh menyimbolkan ketakberdayaan manusia atas candunya masing-masing.

Sekarang coba kita lihat dalam diri kita masing-masing apakah kita memiliki candu? Semisal candu untuk selalu ngecek notification di semua akun media sosial atau candu chatting yang membuat kita malas beranjak dari kasur. Ingatlah wahai manusia-manusia mager, bantal dan guling jadi saksi bisu ketakberdayaanmu itu, juga saksi bisu keluh kesahmu dan saksi bisu iler-ilermu. Hahahahaha. #ngomongindirisendiri

Jadi intinya obsesi kalau kebablasan bisa ngeri jadinya. Apalagi kalau sudah terperangkap dalam lingakaran setan bernama ‘candu’. Hati-hati ya wahai manusia antroposentris. Candu membunuhmu. Kecuali canduku padamu #telekmas. Hahaha, terimaksih sudah baca tulisan panjang ini dan sampai jumpa di tulisan berikutnya. 


Source: deviantart.net/

10 Juni 2016



Saya yakin semua percaya jika manusia manapun pasti memiliki kelemahan. Mas Logan yang dikenal buas dan gak bisa mati pun bakal menangis tersedu-sedu dibalik bantal kalau sudah terlibat urusan dengan Jane. Segagah Hulk pun juga bakal layu kalau sudah berhadapan dengan Raden Ayu Romanoff seperti Nobita dihadapan Shizuka, mupeng.

Setangguh apapun manusia mencoba mencitrakan dirinya sebagai manusia sempurna, sudah barang tentu ada bercuil-cuil kelemahan yang tidak bisa dibersihkan. Apesnya, pasti kita pernah terjebak momen kampret yang melibatkan kelemahan ini. Misal nih, ada yang alergi jatuh cinta (wuedyan!). Dalam satu kesempatan ia dijodohkan para makcomblangers dengan seseorang yang sama sekali tidak ia kenal. Kalau sudah begini yang bisa dilakukan ya cuma dua; lari terbirit-birit atau terpaku tak berdaya sambil mengutuk semua orang dalam gumam.

Kalau saya? Jelas saya melakukan kedua-duanya. Saya sering menghindar dari hal-hal yang melibatkan kelemahan saya. Kalau sudah tidak bisa mengelak, jadinya saya cuma tertunduk pasrah dan mengutuk semua yang terjadi pada saya. Salah satu yang membekas dalam memori dan berlembar-lembar KRS saya adalah salah satu mata kuliah yang tidak pernah bisa saya selesaikan. Jika Zhang Heng benar menemukan seismograf pertama di dunia pada tahun 132M maka benar jika saya harus mengulang salah satu mata kuliah wajib untuk yang ke-EMPAT kalinya.

Bisa kamu bayangkan setiap tahun mengambil satu mata kuliah itu dan setiap tahun pula tidak pernah selesai. Bisa kamu bayangkan pula terjebak dalam satu mata kuliah yang kamu tempuh dengan teman kelas yang berbeda-beda. Dan apa kamu juga tega membayangkan saat masuk kelas, dosen dengan kagetnya negur “Loh, ikut kelas saya lagi?”.

Itu yang saya alami tiap semester ganjil datang. Jantung saya berdegup kencang, nafas pun memburu tak tenang. Bukan karena saya jatuh cinta, tapi karena harus bertemu mata kuliah unyu yang jadi kelemahan saya. Boleh jadi kamu menuduh saya kurang usaha atau malas hingga tidak pernah selesai. Ya, sepertinya kamu ada benarnya. Tapi kalau sudah sampai empat kali mungkin kamu bisa sedikit cari hipotesis lain yang lebih mashook.
Satu mata kuliah ini mungkin kutukan paling sadis bagi saya. Masih mending jadi jomblo, cinta kandas, daripada terseok-seok merintih untuk hal fana berbobot 4 SKS. Jika ada seribu ruang untuk ditempati dalam hidup saya, ’ainul yaqin 4 SKS ini adalah ruang ketidakmungkinan.

Ruang ketidakmungkinan adalah ruang tak berpintu. Jangankan rebahan di dalam ruang itu, masuk saja saya tak kuasa. Kalau sudah begini saya harus kembali pada peribahasa lawas; ‘menghindar segan, diselesakan tak mampu’.

Mungkin itu juga yang dirasakan Saipul Jamil saat ditangkap karena melahap dedek-dedek gemesh. Atau juga yang dulu pernah dirasakan Ariel karena dilahap duo hawa titisan Ratna Gandawati dan Sumbadra. Bagaimana saya tidak galau coba? Mau menghindar ya menghindar kemana? Mau maksa diselesaikan ya diselesaikan bagaimana?

Jika harus memilih antara 4SKS dan balen, ya sudah pasti saya pilih balen. Meski sama-sama muskil, paling tidak dengan balen saya masih bisa nyruput kopi sambil chat-chatan manja. Tapi kalau berurusan dengan 4SKS itu ya sudah beda lagi suratannya. Jangankan belagak manja, itu tugas dielus-elus sampai begadang tiap malam, mulai dari malam minggu hingga malam pertama juga tidak selesai-selesai.

Loh kalau temen-temenmu saja bisa, masak kamu enggak? Hambok pikir kalau Duo Srigala bisa goyang dribble terus Duo Maia juga bisa gitu? Sama-sama duo lho itu. Belum lagi kalau saya nyebut Pasto atau Ahmad Bersaudara, mereka juga duo tapi apa bisa mbok ajak ngedribble? Isoh sih jano, angger koe Bruce Wayne.

Ruang ketidakmungkinan tiap orang beda-beda, apa yang menurutku sulit bisa saja menurutmu mudah, demikian juga sebaliknya. Poinnya adalah menembus batas itu sulit. Dari yang sulit ini mungkin muncul orang-orang pendobrak yang bisa selamat, tapi tidak jarang pula ada orang-orang yang benar-benar tak berdaya. Contoh real-nya bisa saya temukan dari teman-teman saya yang memilih untuk Drop Out karena tidak sanggup lagi dengan ruang ketidakmungkinannya.
 
Tapi kalau sudah di ujung tanduk seperti saya lha apa juga harus begitu?
Source pict: whitemoose.co.uk

1 Juni 2016



Seberapa sering kita melakukan sesuatu yang sebenarnya bukan kewajiban kita? Lalu dengan terengah-engah seberapa sering kita mengaku kalau tidak punya waktu yang cukup dalam satu hari? Apakah benar kita sesibuk itu?

Saya akui sebagai manusia bergolongan AB yang taat, saya memiliki manajemen waktu yang tidak menentu. AB konon memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan semua pekerjaan dalam satu waktu. Jika direfleksikan dalam hidup saya, saya harus setuju. Paling susah nyicil kerjaan satu per satu, kalau sudah mulai ya harus selesai saat itu juga. Tapi kemudian ini jadi masalah, karena seringkali itu bikin bingung dan lelah.

Kemudian saya mencoba membuat list dan menulis jurnal setiap hari. Sesaat saya lega karena hal itu sangat membantu dalam menentukan step by step apa yang harus saya lakukan. Namun semua berubah, ketika distraksi-distraksi datang menyerang.

Distraksi adalah gangguan. Tepat dimana saya berada pada jalur yang sudah ditentukan dalam list, tiba-tiba saja ada pesan masuk dari teman atau saudara yang memberi “pekerjaan spesial”. Pekerjaan spesial ini sayangnya tidak ada dalam list sama sekali, bahkan nyrempet sithik pun juga tidak. Dulu ketika pertahanan saya rapuh, saya sering mengiyakan pekerjaan itu dan hancur sudah jadwal pekerjaan-pekerjaan saya yang lain.

Lalu saya berpikir, saya tak mungkin terus-terusan seperti ini. Nanti kalau saya kena karoshi gimana coba. Nah bodohnya, yang saya lakukan adalah membatasi lingkaran sosial. Saya kira waktu itu jika saya melepaskan diri dari beberapa komunitas maka distraksi-distraksi itu akan menurun. Ternyata tidak. Permintaan untuk melakukan pekerjaan spesial masih saja datang mulai dari teman dekat hingga teman lama.

Karoshi adalah kematian karena kerja berlebihan

Kembali lagi saya berpikir, saya coba melihat apa yang sebenarnya saya kerjakan. Ternyata memang banyak yang di luar track. Pantas saja saya merasa ada kesibukan tapi kok sedikit menghasilkan. Kelesuan ini mendapat penawarnya ketika saya bertemu dengan Ray Bradbury yang berkata:
“Jika kau tidak mencintai sesuatu, jangan lakukan!”

Quote shahih itu saya yakini hingga sekarang. Sempat merasa ragu kalau harus menolak pekerjaan spesial dari teman atau saudara, dari yang berat hingga yang sepele. Tapi kalau ingat Ray Bradbury saya jadi mantap untuk mengatakan “Tidak!”. Dan ternyata efeknya sangat besar.

Awalnya memang masih ada yang menghasut ‘ayolah broo..’, tapi dengan tidak bergeming akhirnya mereka paham. Kini saya memiliki banyak waktu untuk melakukan banyak hal. Dengan mengucapkan ‘tidak’ pada pekerjaan spesial yang tidak disukai saya merasa lebih bahagia. Yang perlu ditegaskan adalah kejujuran. Kalau tidak suka dengan pekerjaan spesial yang datang dan kita tidak menyukainya, ya jujur saja dengan menolak.

“Masak diminta bantuin temen gak mau sih bro?” Saya rasa disini perlu ditelisik dengan bijak, pekerjaan spesial itu darurat dan penting apa tidak. Atau barangkali bisa dialihkan ke orang lain selain kita. Jika memang darurat dan penting meski tidak suka ya sebaiknya di jalani. Paling tidak dengan tidak mengiyakan setiap pekerjaan spesial yang datang kita jadi punya waktu untuk pekerjaan spesial yang genting.

Kecemasan pernah datang pada saya ketika konsisten dengan metode ini. Saya curiga jika teman-teman saya membenci dan menjauhi saya karena sulit dimintai tolong. Rasa cemas itu syukurlah terobati dengan membaca bukunya Fergus O’Connel. Saya tertarik dengan buku berjudul The Power of Doing Less itu karena halaman pertama sudah tertampang quote shahih dari Ray Bradbury yang saya yakini selama ini.

Buku ini membahas tuntas kecemasan saya. Per-bab-nya menjawab kebingungan dan keraguan saya dalam menolak distraksi. Seperti bab ‘Mengetahui Apa Hal yang Tepat’, ‘Lakukan Berdasarkan Kondisi Anda’ dan favorit saya adalah bab ‘Jangan Merasa Bersalah’. Pada bab ‘Jangan Merasa Bersalah’ saya dihadapkan pada cara mengatasi hal-hal setelah melakukan penolakan. Kesan pertama sih kayak arogan gitu, tapi ternyata tidak. Saya tetap bisa bersosial dengan teman dan memiliki jadwal yang baik.

Jadi saya rasa memang perlu fokus pada tujuan, dan kala datang gangguan-gangguan itu jangan sungkan untuk mengatakan ‘tidak’. Kenyataannya setelah saya menolak ini dan itu, pekerjaan spesial tidak lagi datang membabi buta. Justru menurun drastis, apalagi jika menjelaskan dengan baik tentang track yang kita buat dan mengatakan jika pekerjaan spesialnya tidak ada dalam track. Sejauh ini, saya punya lumayan waktu yang senggang untuk menikmati hari-hari tapi tetap bisa melakukan berbagai hal.

Rekomendasi saya mengenai pembahasan ini, sebaiknya kamu membaca buku The Power of Doing Less (Fergus O’Connell), Listful Thinking (Paula Rizzo), dan Lorong Waktu (Monde Ariezta). Ketiga buku ini meramu dengan baik tentang apa yang ingin kita raih, apa yang harus dilakukan untuk meraihnya dan yang terpenting bagaimana kita menjalani semua itu dengan nyaman tanpa gangguan.

Ngomong-ngomong setelah membuat tulisan ini saya ngecek list saya, sepertinya ada ganjil. Oshit! Wisuda malah tidak tercatat. Pantas kuliah tidak selesai-selesai. Duh biyung, eh tapi kan ngendhikane pakdhe Ray ‘nek ra seneng, ra sah!’. Walalalah, pantes kuliahku jer mbaleniiii wae. Sik sik, sabar sithik ngkas ya Neng. Kakanda jik berjuang ki glo, buktike setiamu sak semester ngkas ya. Eh, lali. Awak dewe wes pegatan ding. 

Source pict: vitaportal.ru