17 November 2014

REVIEW BUKU: Overture (Disa Tannos)


Sebuah novel yang sangat menggemaskan telah lahir dari rahim seorang perempuan berbakat, Disa Tannos. Sebagai novel pertamanya ini, Disa seperti balerina yang menari diatas kertas kosong dengan memeragakan sebuah cerita yang sangat ajaib. Sungguh indah. Mulai dari alur cerita sampai diksi, semua terkemas dengan anggun.
Overture sendiri adalah musik orkestra yang dimainkan pada awal opera atau oratorio.
“Sebuah lagu kala mendung”
Ketika itu gue baca novel in di suatu malam pasca hujan. Karna tetangga sebelah dangdutan kuenceng banget, gue ambil earphone, colokin di kuping, play J.S Bach. Sayatan biola dan kenangan memberi efek luar biasa dalam imajinasi gue. Semakin bertambah menit, lembar-lembar demi lebar gue buka. Disa Tannos meracik kata-katanya seperti ganja, gue kecanduan.
“Pakailah baju hitam, sayang. Di hatiku kau sedang dimakamkan.”
Kisah ini dibuka dengan sebuah kesedihan. Dijalani dengan kesedihan. Dan diakhiri dengan kesedihan. Novel ini seperti mengungkap kebenaran bahwa bahagia hanyalah dongeng. Bahagia tak pernah ada bagi mereka. Raka, Rena, Kei dan Adam. Persahabatan, pasutri, dan friendzone.
Ceritanya ini Rena dalam imajinasi gue
Rena, seorang ibu beranak satu. Pergi meninggalkan suami dan anaknya demi mencari kebahagiaan bagi dirinya. Bahagia yang tak ia temui di rumah tangganya. Kepergiannya mencari kebahagiaan, meninggalkan dua manusia yang terpaksa menelan luka dalam detik-detik rindu mereka.
Cocok nih jadi bapak-bapak galau -Raka-
Raka, seorang pria gigih yang memburu cinta Rena selama lima tahun. Ia pun mendapati perjuangannya dengan menikahi Rena. Namun sayang, kebahagiaan yang ia cari bersama Rena harus kandas saat Rena memilih mencari kebahagiaannya sendiri di luar sana, entah dimana. Sementara itu, ia harus mengurus putra satu-satunya, Regi, yang masih sangat kecil bahkan terlalu lupa untuk mengingat siapa ibunya. Raka mebutuhkan sosok perempuan dalam rumah tangganya.
-Kei- Maudy Ayunda, kemudaan kali ya hahaha
Kei, seorang gadis yang jatuh dalam duka sejak Ayahnya pergi meninggalkan rumah 15 tahun yang lalu. Dari waktu ke waktu, penantiannya tak pernah berhenti. Harapannya belum padam, semakin ia berharap semakin sakit yang ia rasakan. Hingga pertemuannya dengan Raka, pria yang memiliki rasa sedih yang sama, rindu yang sama, dan penantian yang sama.
-Adam- Ini orang emang jago meranin friendzone.
Adam, teman dari Raka, sahabat dari Rena dan jatuh cinta dengan Kei. Dua tahun waktu yang dibutuhkan Adam untuk mengejar cinta dari Kei. Sampai ia menelam pil pahit saat Kei memutuskan mencintai pria lain. Pria yang justru ia kenalkan dengan Kei. Pria yang sangat membutuhkan sosok perempuan dalam keluarganya.
-Regi-
Regi, adalah anak dari Rena dan Raka. Ia tak mendapatkan kenyamanan dari keduanya, hingga hatinya jatuh pada Tante Kei, gurunya dirumah.


“Seperti yang telah kita berdua pahami, memenuhi janji jauh lebih rumit daripada mengatakannya. Dan janji yang tak terpenuhi tentunya menyakitkan. Barangkali, sudah saatnya semua orang belajar berhenti berjanji dan meminta janji.”
Cinta seperti estetika, dalam pengertiannya orang-orang memahami bahwa cinta dan estetika selalu berbicara tentang keindahan. Tidak menurut Disa Tannos, 191 halaman ia curahkan untuk merontokkan keyakinan orang-orang tentang cinta dan sejuta keindahannya. Jatuh cinta tak selalu pada orang yang tepat. Jatuh cinta pada orang yang tepat tak selalu mendapat balasan cinta yang sama. Jatuh cinta dan patah hati hanyalah seonggok perasaan yang tak berkemanusiaan, keduanya membuat pria garang menjadi lemah.
Sayangnya cinta tak memiliki wujud. Jika ada, mungkin Raka, Kei, Adam dan Rena akan memilih untuk mengoprasi miliknya masing-masing. Meletakkannya di tempat yang tepat. Tidak seperti saat ini, saat cinta tak memiliki hak untuk memiliki. Saat cinta seperti bongkahan es di kelopak mata, siap untuk mengalir.

Berat rasanya mencintai perempuan lain saat jari ini masih menyimpan satu janji suci tentang pernikahan. Berat rasanya mencintai pria yang sedang menunggu kepulangan istrinya. Berat rasanya mencintai perempuan yang memilih meletakkan hatinya dengan pria lain, temannya sendiri. Berat rasanya pulang ke rumah saat pria yang ia tinggalkan mulai move on.

Overture, senandung yang sangat merdu dalam sebuah lembaran novel. Gesekan biola dan dentingan gitar berpacu dalam kata-kata penuh sayatan. Entah untuk apa senandung ini tercipta, Overture bukan dongeng tentang putri salju dan cinderella. Overture tidak mengenal bahagia, tidak saat halaman pertama ini terbuka. Anehnya, satu lembar sebelum novel ini berakhir, kita masih tak mampu menebak bagaimana ending ceritanya. 
Disa Tannos, membuat sebuah novel seperti hamparan langit hitam, kemudian secara perlahan ia meletakkan sinar-sinar kecil dalam ceritanya. Hingga sampai akhir kita dipaksa menebak rasi bintang apa yang hendak Disa buat. Bahkan saat menutup novel beserta kisahnya, rasanya ingin agar Disa tak pernah berhenti meletakkan sinar-sinar itu. Ditunggu karya selanjutnya.
Disa bisa dicolek di @jemarimenari

7 komentar:

  1. Penasaran :) Inin baca Noverlnya hihi.

    BalasHapus
  2. Terima kasih sekali sudah membaca dan menyempatkan menulis review semanis ini. Terharu! Ada tokoh-tokohnya pula. Tapi sekarang kamu harus tanggung jawab karena sudah membuat saya mengidam-idamkan Reza Rahadian memerankan Raka :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. gokil.. dikomen penulisnya, hahaha. Bikin filmnya dong teh :D

      Hapus
  3. Widih ngereview sampai dikoment penulisnya. keren banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayangnya gak difolbek mas hahahaha thx for coming...

      Hapus