11 Maret 2017

Spectral (2016): Menemukan Materi Hantu Melalui Einstein


Dengar-dengar, manusia itu selalu tertarik dengan dunia dan seisinya. Maka maklum saja jika manusia terus-menerus mempelajari materi bumi dan kehidupannya. Namun, ilmu pengetahuan tidak diperoleh dengan kun faya kun seperti Ian Kasela dengan soft case emo di jidatnya. Pengetahuan didapat melalui proses belajar yang sangat panjang. Bukan hanya dari jam pagi ke jam sore. Atau dari mantan satu ke mantan yang lain. Tapi dari generasi ke generasi.
 
Mari kita coba mundur jauh ke belakang sebelum peradaban manusia mengenal betapa celakanya melakukan double tap saat kepo instagram mantan. Orang-orang zaman dahulu sangat percaya dengan kekuatan Dewa yang menggerakkan alam raya dan seisinya. Hal ini terjadi ketika mereka sukar menjelaskan fenomena alam yang ada di sekitar. Sebut saja ketika terjadi gempa bumi, orang-orang menganggap jika Dewa sedang menggoyangkan kepalanya sambil nyanyi ‘mama bolo-bolo’. Atau ketika muncul pelangi yang membentang dari satu sisi ke sisi yang lain, dianggap sebagai pelorotan atau seluncuran malaikat-malaikat dan kali ini sambil nyanyi: ‘Cintamu wes mlorot. Wes gek ndang ayo pedot. Rasah nganggo ngotot. Marai utek cekot-cekot’.
Ketidakmampuan menemukan jawaban dari fenomena-fenomena itulah yang kemudian menginisiasi cara-cara berpikir mitosentris seperti contoh di atas.
Roda kehidupan itu sudah pasti berputar. Maka terjadilah pola pikir mitosentris yang bergeser menjadi logosentris ketika manusia mulai bisa menjelaskan kejadian demi kejadian, sebab dan akibat, dengan logis. Di sinilah perkenalan manusia dengan filsafat. Fenomena alam tidak lagi dianggap sebagai gerak-gerik ghaib, tetapi merupakan aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Meski sederhana, namun implikasinya tidak main-main. Alam yang selama ini ditakuti karena kebesaran dan kemisteriusannya, kini tidak lagi dijauhi tapi justru didekati, dipelajari, bahkan dieksploitasi.

Hal inilah yang saya dapatkan ketika menyaksikan film Spectral. Film besutan Nic Mathieu yang mengambil genre sci-fi, action, dan thriller ini bagi saya bukan sekadar pertunjukan tembak-menembak. Akan tetapi ada perjalanan tasawuf yang tersirat secara diam-diam. Basingse, diriku kemaki tenan, ndes.

Spectral secara sewenang-wenang menempatkan penonton dalam situasi tegang sejak menit pertama. Gelimpangan mayat di kota yang hancur lebur menjadi sajian estetis yang begitu kuat untuk menggambarkan nuansa peperangan. Kemudian kita diajak untuk berjalan pelan-pelan di medan pertempuran Modolva melalui sudut pandang Davis, satu-satunya yang bernapas dalam scene itu.

Coba kau pikirkan, kau renungkan, dan tanyalah pada bintang-bintang. Apa tidak semriwing keteknya Mas Davis ini? Bengi-bengi jalan sendirian di antara mayat-mayat. Mbok wes tenguk-tenguk ning omah nonton Dunia Terbalik lak yo puenak, ndes.

Nah, ketika Mas Davis memasuki sebuah ruangan, kacamata hyperspectral menangkap sebuah penampakan visual yang tak wajar. Untuk memastikan hal itu Mas Davis membuka kacamata hyperspectal yang bisa mendeteksi panas. Nihil. Mata telanjangnya tidak melihat apa-apa. Lalu kembalilah dia memakainya. Seketika itu, ada semacam selaput tipis dengan bentuk menyerupai manusia yang berdiri di depannya. Lalu, makjegagik sesuatu yang aneh itu menyambar tubuh Mas Davis. 

Mas Davis matek.

Battlefield. Sumber: conceptartworld.com
Scene mukadimah di atas secara sederhana telah menunjukkan kepada khalayak tentang setting peperangan yang mencekam. Dan kita diperkenalkan pula dengan musuh yang akan diburu sepanjang film, the spectral (hantu/memedi).

Melihat kejadian yang tidak wajar tersebut, Jendral Orland dari DARPA memanggil Dr. Clyne ke Eropa Timur untuk melakukan analisis. Dr. Clyne adalah seorang fisikawan sekaligus teknisi yang telah berpengalaman membuat alat-alat canggih untuk keperluan perang. Salah satunya kacamata yang digunakan untuk melihat dalam kegelapan, bahkan kini benda itu bisa melihat hantu dan stalker instagram. Peristiwa naas yang menimpa Mas Davis memang perlu mendapat perhatian khusus. Sebab sejauh ini, penampakan asing terlihat pada jarak terdekat melalui kacamata hyperspectral yang dipakai Mas Davis.

Pelajaran menarik terjadi ketika Dr. Clyne usai menonton tayangan video yang memperlihatkan penampakan itu. Wanita bernama Fran yang merupakan agen CIA memaparkan hipotesisnya tentang kemungkinan teknologi kamlufase yang dipakai para pemberontak. Sementara Dr. Clyne masih enggan berteori apa-apa karena data yang dimiliki belum cukup.
“Pekerja teknisimu adalah menemukan gangguan, jadi ia melihat gangguan. Pekerjaanmu (Fran) adalah menemukan musuh, jadi kau melihat musuh. Penduduk lokal percaya dengan roh, jadi mereka melihat roh. Satu orang terbiaskan satu cara atau yang lain. Jadi, jawabanku untukmu sekarang adalah bahwa kita kekurangan data untuk mendukung teori apapun." - Dr. Clyne
Lalu Fran bertanya, “Jadi apa yang bisa kita lakukan saat ini?” Dengan tampang serius Dr. Clyne menjawab, “Kita stalking hastag #AdaHantuDiMoldova dulu saja. Barangkali ada petunjuk lain.” Fran lekas merapikan berkas-berkas yang berserakan di meja sambil bilang:

Budhe Fran dengan typo yang menawan. Sumber: movieholichub.com
Dr. Clyne merupakan cerminan dari masyarakat kekinian maju yang tidak berani terjebak dengan tuduhan-tuduhan yang tak berdasar. Ia juga menjadi bukti produk akademis yang selalu mencari jawaban dengan definisi-definisi. Sesuatu yang asing dan samar-samar seringkali membuat manusia mencari-cari sendiri definisinya. CIA yang pekerjaannya memang berkutat dengan hal-hal taktis, sudah pasti langsung menaruh curiga terhadap musuh (pemberontak). Bahkan CIA pun mulai berasumsi dengan teknologi canggih setelah sebelumnya mereka menemukan beberapa kelompok di Eropa dan Asia yang bisa membuat kamlufse aktif.

Berbeda halnya dengan penduduk setempat yang lebih mempercayai keberadaan roh peperangan, Aratere. Masyarakat yang berada di medan pertempuran merasa ngeri dengan kematian massal di berbagai sudut kota. Kengerian itu menciptakan takhayul seputar roh Aratere. Menurut salah seorang anak dari penduduk setempat yang selamat, Bogdan, menceritakan bahwa Aratere adalah jiwa-jiwa yang tersesat. Para tentara yang mati dalam perang tidak memiliki kedamaian dalam jiwa mereka, sehingga arwahnya melayang-layang di antara hidup dan mati.

Serius tenan, ndes. Sepertinya agak bergetar ini.

Sepanjang film, kita akan mengikuti langkah demi langkah bagaimana Dr. Clyne mencari data-data empirik untuk menemukan jawaban. Ya. Mau tidak mau ia harus turun ke medan perang.

Langkah pertama yang ia ambil adalah dengan memasang kamera hyperspectral yang lebih canggih daripada versi kacamata. Perangkat kamera seukuran guling itu dipasang di atap mobil patroli. Namun, ketika menelusuri kota, para hantu tiba-tiba menyerang pasukan patroli sampai membuat mobil  yang mereka tumpangi terjungkal. Beberapa tentara yang turut dalam misi itu terenggut nyawanya dengan sangat cepat dan misterius. Sementara Dr.Clyne justru nekat membopong kameranya meski lebih mudah baginya jika bergegas melarikan diri tanpa kamera itu.

Beberapa orang yang selamat termasuk Dr.Clyne bersembunyi di dalam sebuah gedung yang separuh hancur. Di dalam gedung itu mereka bertemu dengan dua anak yang merupakan penduduk Modolva.  Dari merekalah Dr. Clayne menyadari jika para hantu lemah terhadap serbuk besi. Buktinya para hantu tidak bisa memasuki gedung itu karena ada serbuk besi yang disebar melingkari gedung.  Hal ini membuat saya ingin nebar serbuk besi di depan ruang ujian. Ben pengawase mlebu lewat jendelo koyo Jackie Chan. Hyaaa.

Mengetahui kelemahan itulah Dr. Clyne mempertajam pikirannya untuk menemukan definisi dari makhluk itu. Yang jelas makhluk itu bukan arwah gentayangan karena mereka masih terganggu dengan benda duniawi. Kedua, mereka bukan teknologi kamlufase seperti teori CIA. Sebab jika itu hanya kostum saja maka mudah bagi para hantu untuk melewati serbuk besi, misal dengan mengendari mobil. Ketiga, Dr. Clyne pun menduga mereka bukanlah para mantan. Mau bagaimana lagi? Kalau mau menghalau mantan ya jangan nyebar serbuk besi. Tapi nyebar undangan resepsi. Gitu.

Namanya juga film. Kalau tidak ada perlawanan ya bukan film, tapi nasibmu yang ditinggal nikah. Para tentara yang uring-uringan karena senjata mereka sama sekali tidak mempan untuk melumpuhkan  para hantu, akhirnya mendapat pencerahan dari Dr. Clyne. Ahli pembuat senjata itu menemukan banyak material serbuk besi di dalam gudang. Maka tercetuslah ide untuk membuat senjata dadakan, di gedung, lima ratusan, halal. 

Berbekal granat enyoy-enyoy, mereka keluar dari gedung menuju titik penjemputan. Pertempuran mistik pun tidak dapat terelakkan. Situasi semakin menegang dan terlihat sedikit gurih dari sebelumnya. Terutama ketika mereka mulai kehabisan stok granat enyoy-enyoy. Asyu, aku beneran membayangkan pas perang begitu di depan Toko Plastik Eka Sari ada orang jualan granat dadakan pakai mobil pick up. Di sekitar mobil tentu sudah ditaburi serbuk-serbuk besi sehingga hantu-hantu tidak bisa menyerang. Gimana? Laris ketoke.

Jadi, makhluk asing itu sebenarnya apa?

Dr. Clyne menemukan beberapa data. Pertama, hantu itu bisa terhambat gerakkannya dengan serbuk besi. Kedua, hantu itu terlihat oleh cahaya. Ketiga, mereka membunuh dengan sentuhan. Keempat, mereka juga tidak bisa menembus tank M1 Abrams yang dilapisi keramik. Data-data itu menunjukkan jika mereka bukan makhluk alami. 

Melalui rujukan terhadap teori yang pernah dikemukakan Nath Bose dan Albert Einstein, Dr. Clyne menduga jika makhluk itu hanyalah kondensat semata. Untuk membuat Bose-Einstein Condensate diperlukan tenaga yang sangat besar dan banyak. Fran langsung menimpali analisis itu dengan memberi salah satu hasil investigasinya, yaitu tempat pembangkit listrik bernama Masarov serta data tentang milyaran uang negara yang dihabiskan untuk penelitian senjata.

Ilustrasi kondensat yang berbentuk menyerupai manusia. Sumber: conceptartworld.com
Intinya, hantu-hantu itu adalah senjata yang dibuat manusia. 

Jika para hantu merupakan buatan industri, maka mereka pasti memiliki perintah yang terstruktur. Mereka tentu tunduk pada hukum-hukum alam. Jadi, mereka bisa dihancurkan. Yang tidak bisa dihancurkan itu cuma cintaku padanya. Eaaa.

Ketika menemukan definisi yang jelas tentang para hantu, Dr. Clyne kembali mengusulkan pembuatan senjata baru. Yaitu plasmic-discharge yang dipercaya bisa mengurai kondensat. Maka dibuatlah senjata itu dengan benda-benda apapun yang berkaitan dengan optik, elektronik, casing balistik, dan sebagainya. Anjur, Dr.Clyne ini ciamik bingit, ndes. 

Saking ciamiknya, senjata yang dibuat dari uraian barang-barang lain itu memiliki bentuk yang estetis layaknya produk bikinan pabrik. Padahal buat nemu mur dan baut yang cocok saja tidak mudah. Lha kok ini bisa bongkar pasang aneka produk buat bikin satu set senjata khusus. Oiya, namanya saja science fiction.

Satu misteri belum terpecahkan. Yaitu bagaimana kondensat tersebut bisa bergerak layaknya manusia. Satu-satunya cara untuk menemukan jawaban terakhir ini adalah dengan mendatangi langsung pusat produksinya, Masarov. Pun Dr. Clyne meyakini jika di Masarov­ itulah pusat komando berada. Sehingga untuk menghentikan serangan para hantu, Dr. Clyne dan bala tentara harus menghancurkan sumbernya.

Secara keseluruhan film ini sangat menarik. Premisnya sederhana dan dikerjakan dengan fokus. Tidak ada bumbu-bumbu drama cinta. Militer ya militer saja. Sains ya sains saja gitu. Kalau urusan drama percintaan itu sudah ranahnya Giorgino Abraham dan Irish Bella soalnya.

Barangkali orang yang menggeluti fisika akan menyukai film ini. Seperti Interstellar begitulah. Banyak istilah-istilah sains yang bagi orang awam seperti saya tidak memahaminya. Namun hal itu tidak mempengaruhi substansi pada film ini. Toh saya tetap mudeng film ini berjalan ke arah mana.

Atau sebut saja film-film macam The Martian, Inception, Predestination, Ex Machina dan lain sebagainya memang bisa dinikmati oleh banyak orang. Akan tetapi menjadi makin menarik ketika si penonton sendiri sudah mengetahui dengan teori-teori yang dibawakan di dalam film-film itu. Rasanya seperti pas denger khutbah jumat lalu nyeletuk, “gue tahu nih hadist parawinya siapa.” Ndasee..

Salah satu alasan saya menyukai film ya yang seperti ini. Seringkali menemukan kecantikan dari gagasan-gagasan yang ditawarkan di dalam film. Kalau dari film Spectral ya perihal pengklarifikasian sebuah nilai kebenaran misalnya. Dr. Clyne saja sampai sebegitunya mencari sebuah definisi dari ketidaktahuan. Hla kok kita sudah merasa cendekia cuma berbekal satu atau dua brodkesan di wassap. Lak yo hoaxable bingit, kan?

Okey saya rasa sudah cukup ngoceh-ngocehin film kali ini. Spectral bagus. Dari satu sampai sepuluh, saya kasih delapan koma enam ratus tiga puluh satu ribu rupiah buat rating film ini. Anjur malah koyo cek. Semoga bisa menjadi rujukan yang pas untuk ditonton akhir pekan ini.

Eits, mau nonton film harus nunggu akhri pekan dulu? Gak zaman. Sekarangkan sudah ada HOOQ. Apa itu HOOQ? Yuk, simak klarifikasinya di sini. Sampai jumpa.

4 komentar:

  1. Tai kucing, ketek semriwing wakakakak!

    Aku mau pinjam kacamatanya Dr. Clyne dong. Mau liat siapa aja yang suka kepo Instagramku yang tak seberapa itu.

    BHAHAHAK CANGKEMMU, LHO, HAM! Dr. Clyne ndak ada elegan-elegannya di percakapan itu.

    Menghalau mantan dengan nyebar undangan resepsi patut dicoba, Bung! XD

    Sempet ya iklan postingan lombanya, leh ugha lau hahaha jangan ngiklan aja, itu catatan yang dikasih soal partikel "pun" coba dibaca lagi.

    Ini lumayan beda dari draft awal yang serius-banget-gue-pusing-bacanya. Wakakaka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anjuuuur. Komen reaction! Btw, tenang saja. Ndak ada yang kepo instragrammu kok. Daya tarik yang patut dikepoin darimu cuma tum..peng. Ya. Tumpeng buram. Anjer apaan sih joke internal ini. Hahahak

      Thank you editor! Draft pertama aje gile seriusnya kek muka orang yang baca Ekur dan Tere Liye dalam satu waktu.

      Hapus
  2. Senjata lima ratusan dan halal itu apa dah? Taaee! :))

    Gue baru tahu kalau ada hantu yang takut serbuk besi. Kirain takutnya bambu kuning. Eh, itu mah Kolor Ijo, yak.

    Oh, jadi ini sama musinginnya dan bikin mikir kayak Interstellar gitu, Ham? Banyak bahasa ilmiah yang bikin jidat mengkerut gak filmnya? Wqwq.

    BalasHapus
  3. sci-fi yak, entah kenapa otak lagi berat mencerna yang dikit ruwet hiks kak rikwes film-film ringan dong ripiunyaa....

    BalasHapus