31 Oktober 2016


Berpisah dengan kekasih boleh jadi sesuatu yang teramat menyakitkan. Ditinggal nikah apalagi. Deretan mantan memang memberi banyak pengalaman-pengalaman cinta. Petualangan birahi jangan ditanya. Namun, dibalik semua itu saya percaya. Tak ada yang lebih menggemaskan dari mengingat-ingatnya.

Saya mulai berpacaran saat duduk di bangku SMA. Sementara teman-teman saya yang lain sudah memulainya saat SMP. Sebagai Romeo yang tertinggal ribuan tahun cahaya, saya belajar menjalin hubungan asmara secara otodidak. Tentu saya malu kalau harus tanya ke teman-teman yang sudah berpengalaman; saya harus bagaimana, saya harus ngapain, saya harus keluar di dalem apa di udel. Semua pertanyaan itu saya cari jawabannya sendiri, demi mewujudkan cita-cita saya sebagai Arjuna berdikari.

Jadian. Putus. Balikan. Putus. Jadian. Putus. Balikan. Putus.

Sudah. Siklus percintaan masa-masa remaja ya begitu-gitu saja. Berharap mendapat kisah asmara sastrawi macam Den Bagus Arjuna dan Dewi Sumbadra jelas perkara yang muskil. Lha wong jajan di kantin saja masih sering lupa bayar secara sadar, kok berharap cinta-cintaan yang romantis. Edan po?

Di samping itu, dalam rangka menyambut Masyarakat Ekonomi Asean, muda-mudi bangsa ini sudah mulai berpikir dan bertindak secara kompetitif. Termasuk kompetisi cinta. Perebutan kekasih idaman tentu mewarnai hari-hari perjuangan mereka di sekolah. Mulai dari main labrak hingga nikung alus mereka lakukan demi terwujudnya hubungan asmara yang sublim. Melihat gejala positif ini pemerintahan kita semestinya segera mendirikan Badan Percintaan Kreatif untuk menampung gerakan-gerakan kompetitif dalam bercinta.

Tingginya persaingan cinta di lingkungan sekolah itulah, mau tak mau saya harus meninggalkan masa putih abu-abu dengan sederet mantan. Dalam perenungan saya, mantan adalah duta kenangan. Bagaimana tidak? Setiap kali bertemu dengan kawan-kawan lama, pasti selalu saja muncul pertanyaan ‘si Martina gimana kabarnya? Reny gimana? Masih sama dia atau ada enggak?’. Kalau sudah begitu, biasanya merembet pada hal paling absurd di dunia. Kepo instagram.

Mengobrak-abrik kenangan melalui akun instagram mantan adalah cara terbaik untuk bunuh diri. Sebab di sana biasanya saya menemukan penyesalan-penyesalan yang membahagiakan. Misalnya, Martina yang dulu waktu SMA tidak begitu banyak dikenal orang. Teman sekelas saja sering kelupaan kalau Martina adalah penduduk kelas itu. Parahnya, saya sendiri juga kerap lupa kalau dia pacar saya. Nah, setelah kepo instagram barulah diketahui sekarang ia menjadi sosok yang dipuja. Dunianya tak lagi melingkupi bangku kelas dan ranjang UKS. Kini, ribuan followers menemani hari-hari travelling dan kulinernya.

Kalau sudah begitu, biasanya saya manggut-manggut bahagia saja. Seingat saya, saya tidak pernah mencoba menghubungi mantan. Apalagi ngajak balikan. Meski hasrat untuk melakukan itu seringkali menghantui. Tapi waktu tetap lah waktu. Waktu tidak pernah berjalan mundur. Cerita-cerita lama yang dibawa waktu tidak akan pernah kembali. Biarkan saya tetap menjadi bajingan terindah di masa lalu mereka. 



Kepo instagram mantan ternyata juga bisa membuat nafas tersenggal dan jantung berdegub kencang. Saya pun mengalami yang namanya kerasukan kenangan. Hal ini terjadi jika mantan yang paling saya harapkan kelajangannya ternyata sudah taken. Upload mesra kedua insan yang tengah dimabuk birahi mau tak mau harus saya saksikan. Apalagi kalau ada foto yang menampakkan si mantan gelendotan di bahu kekasihnya. Atau justru si pria kampret yang ndusel-ndusel di pelukan mantan saya. Sepertinya semakin saya scroll instagram mantan, jarak antara saya dan ajal semakin dekat.

Selain kenangan, mantan juga meninggalkan misteri dan urusan-urusan yang belum selesai. Seperti barang-barang yang terpinjam atau janji-janji yang masih mengambang. Kalau soal janji bisa dianggap lenyap ketika hubungan sudah kandas. Nah, yang jadi masalah itu barang-barang terpinjam. Kalau ingin mengembalikan barang tersebut otomatis saya harus menghubungi mantan lagi. Sebagai inlander asmara tentu saja nyali saya ciut. Alhasil, saya harus menyimpan barang-barang itu dengan baik. Meski saat membersihkan debu yang menempel di kulit mereka membuat gairah rindu saya tercabik-cabik. Apalagi kalau nemu foto, surat dan nota belanjaan. BABIK!

Dulu, saya dan Reny memiliki kebiasaan menyimpan kertas nota saat belanja atau makan di suatu tempat. Nota-nota itu sampai sekarang masih saya simpan. Beberapa ada yang masih tercetak jelas. Beberapa yang lain mulai menipis dan aus. Saking ausnya, tulisan yang pernah tercetak di selembar kertas kecil itu lenyap. Lalu masih saya simpan.

Bagi orang lain jelas kertas nota tak bernilai apapun. Bagi saya, kertas-kertas itu semacam metafora romantisme yang tak ternilai. Kertas nota tidak lagi dimaknai secara denotatif sebagai keterangan harga dari barang atau makanan yang sudah dibeli. Tapi secara konotatif, kertas nota merupakan cetakan peristiwa-peristiwa indah yang pernah terjadi di masa lalu saya.

Sebagai pria melankolis, tentu saya tidak bisa menghindari kerinduan saat membuka kembali artefak-artefak kenangan. Artefak kenangan adalah representasi syntagmatic dari konsep-konsep kontemporeris hati dimana perpaduan antara jengkel dan rindu menyatu disana. Pada akhirnya, mengobrak-abrik hal-hal yang belum selesai dengan mantan menjadi momentum ambivalen yang seasu-asunya. Jika ingin kembali kok ya masih ada rasa jengkel. Jika memutuskan untuk pergi kok ya rindunya susah hilang.

Andai saja ada jasa laundry yang bisa membersihkan masa lalu saya, sudah pasti saya akan memakai jasa itu. Sayangnya, masa lalu tak seperti kaos oblong atau sempak. Noda yang ada di masa lalu tak bisa serta merta dilenyapkan begitu saja. Ingatan manusia memang ada batasnya, celakanya yang sering diingat kok justru kenangan-kenangan mantan. Kok bukan pelajaran-pelajaran fisika beserta ilmu-ilmu kuantumnya.

Beberapa teman saya banyak yang mengakhiri masa lalunya dengan cara membuang semua barang-barang yang berkaitan dengan mantan. Jejak-jejak mantan dipercaya sebagai penghambat seseorang untuk move on. Sedangkan saya masih percaya jika hal itu hanya mitos belaka. Artefak kenangan tidak menghambat saya untuk move on.

Artefak kenangan adalah cara saya untuk mengingat betapa bajingannya saya dulu. Membuka kembali artefak kenangan memang bisa menggoyangkan niat hati yang ingin move on. Tapi justru itu tantangannya bukan? Hal-hal yang tak selesai dengan mantan tidak akan pernah selesai. Tidak sedikit pun terselesaikan meski kita membuang atau menghapus semua artefak kenangan.

Saya bukan orang yang suka dengan acara-acara simbolis. Membuang artefak kenangan tentu bagi saya hanya ceremonial belaka. Jika saya melakukannya berarti dulu saya memadu kasih hanya dalam peristiwa-peristiwa simbolis saja. Berarti dulu saya memberi kado bukan karena sayang, tapi karena itu simbol ‘wajib’ pacaran. Berarti dulu saya nraktir makan bukan karena sayang, tapi karena pria ‘wajib’ melakukan itu pada pacarnya. Apakah demikian?

Mantan menjadi mantan bukan karena hubungan kandas semata. Mantan menjadi mantan karena ia membuat saya jengkel dan rindu dalam satu waktu. Segathel apapun mantan, mereka tetap lah makhluk ciptaan Tuhan yang pernah mampir untuk membahagiakan saya. Sebagai insan berbudi pekerti luhur meski hati babak belur, saya harus mensyukuri setiap orang yang pernah datang pada saya. Karena sedikit atau banyak, mantan tetap memberi pelajaran hidup yang berarti.

Kalau terpaku pada mantan, apakah hati bisa terbuka untuk orang baru yang mau menggantikan posisi mereka?

Bisa.

Mantan ya sudah mantan. Hal-hal yang tak selesai ya biarkan saja tak selesai. Untuk membuka hati yang baru tak perlu membersihkan hati yang lama. Cukup dengan menutupnya rapat-rapat. Lalu buka ruang hati yang lain. Hati yang masih bersih. Hati yang belum tersentuh oleh mantan.

Hati ini seperti rumah yang terdiri dari kamar-kamar. Kamar satu, dua, tiga, empat dan lima sudah pernah disinggahi mantan-mantan. Jika ingin memasukkan orang baru cukup tutup rapat kelima kamar itu. Lalu buka kamar keenam. Persilakan ia masuk. Nyalakan musik yang syahdu dengan volume 90%. Rebahkan tubuhnya. Bergumul lah.

Sudah ah. Sendu amat.

Terima kasih sudah membaca tulisan ini. Kita sama-sama tahu lah jika judul tulisan ini disadur dari kumpulan essai Goenawan Mohamad, ‘Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai’. Bukan bermaksud mengganti posisi Tuhan dengan mantan. Hanya saja dalam kasus cinta kronis, saya temukan ada orang yang sulit sekali melupakan mantan. Dari bangun tidur sampai kembali tidur tetap teringat mantan. Padahal mantannya ya sudah pergi. Yang selalu ada buat kita itu ya Tuhan. Semoga ini bisa jadi bahan perenungan buat kita. Kembali lah ke jalan yang benar wahai saudaraku. Mari kita bertaubat. Cheers.

26 Oktober 2016


Sejak saya memainkan game werewolf di Telegram, terbesit dalam pikiran saya bagaimana jika game ini kemudian diangkat menjadi sebuah film. Dan ternyata Sarik Andreasyan telah melakukannya. Sarik adalah director untuk film Mafiya: Igra na Vyzhivanie (Russian) atau lebih populer disebut Mafia Survival Game. Film yang rilis awal tahun 2016 ini hanya mendapat rate 4,9/10 di IMDB. Syukurlah ada yang bersedia menerjemahkan bahasa Rusia ini ke dalam bahasa Indonesia. Terima kasih kepada translator yang menamai dirinya “Fucxxxer”. Sungguh, penerjemahanmu se-hardcore namamu. Mantap jiwa!

Moskow tahun 2072 menjadi latar dalam film ini. Di tahun tersebut masyarakat Moskow merasa jemu dengan tayangan televisi yang terlalu dibuat-buat. Akhirnya, muncul sebuah tayangan reality show yang menyajikan kematian sesungguhnya. Istilah ‘reality show’ kembali pada pemaknaan kata (reality = kenyataan) yang sebenar-benarnya. Di mana acara itu berani menampilkan pertunjukan yang senyata-nyatanya, tanpa ada omong kosong skenario. Jadi, kalau mati ya mati beneran.

Pertunjukan yang disajikan adalah sebuah game yang mirip dengan permainan werewolf. Jadi ada 12 peserta yang di kumpulkan dalam sebuah ruangan. Dua di antara kedua belas peserta tersebut mendapat peran pembunuh yang disebut Mafia. Sepuluh sisanya adalah warga biasa. Pembagian peran memang sesimpel itu. Tidak ada peran aneh-aneh macam harlot, cupid, kultis, drunker dan lain-lain. Melihat film ini, untuk sesaat saya jadi teringat dengan film 12 Angry Man. Kurang lebih ya seperti itu. Sepanjang film isinya adu bacot. Hanya saja, film MSG lebih unggul secara visual.

Ada beberapa hal yang menurut saya menarik. Salah satunya yaitu kematian. Dalam game ini ada dua cara untuk mati, yaitu dibunuh Mafia atau mendapat vote terbanyak dari warga untuk dieksekusi. Peserta yang jadi korban untuk dibunuh/dieksekusi akan memasuki sebuah dunia Virtual Reality (VR). VR tersebut mewujudkan semesta dari hal-hal yang paling ditakuti oleh peserta. Seperti si Peter yang memiliki phobia terhadap air. Dalam dunia VR ia ditempatkan di tengah laut lengkap dengan hiu-hiu yang mengitari perahu bocornya. Melalui VR tersebut, ia mati di makan hiu. Dan di dunia nyata, ia benar-benar mati. 
 
Moga beliau sempat baca syahadat. (screenshoot)
Hal ini menarik, sebab acara televisi ‘Mafia’ tersebut telah memenuhi kepuasaan penonton, yaitu kenikmatan menyaksikan kematian. Jika mengutip dukun psikoanalisa, Sigmund Freud, kita mengenal yang namanya ‘scopophilia’. Scopophilia ini melibatkan orang lain sebagai objek, dan menjadikan mereka sebagai subjek untuk mengontrol pandangan. Di era 2072, masyarakat Moskow ingin melihat saat-saat orang menjemput ajalnya. Tapi karena mereka tidak bisa sembarangan membunuh orang di dunia nyata, salah satu pelariannya ya dari tontonan televisi. Sayangnya, banyak film atau tanyangan televisi yang menyajikan kematian itu dalam kepura-puraan skenario. Oleh sebab itulah acara televisi ‘Mafia’ ini hadir.

Cara mati dengan melibatkan VR pun tergolong unik dan asyik. Kapan lagi kita bisa melihat orang yang mati dalam ketakutannya sendiri. Ambil contoh saja, si Marie yang memiliki ketakutan terhadap petir. Dalam dunia VR ia berlarian di hutan, sendiri, malam hari, diguyur hujan dan dikejar petir. Ekspresi ketakutan, kebingungan, keputusasaan terlihat jelas dari wajahnya. Hal inilah yang memberi kepuasan bagi para penonton. Fantasi penonton atau ‘voyeuristic fantasy’ muncul dari ruang keingintahuan yang biasanya diawali dengan kata pengandaian seperti ‘what if’. Hal ini juga sering terjadi pada diri saya sendiri.

Saya memiliki ketakutan ‘kecil’ terhadap hamparan dunia luas, seperti gurun atau laut. Saat saya ngecamp di pantai Kesirat bersama teman-teman SMA, saya tak henti-hentinya menahan imajinasi yang justru membuat saya ketakutan sendiri. Pantai Kesirat itu berupa tebing-tebing curam. Kami bangun tenda di tebing. Saat malam tiba dan mau tak mau saya harus melihat luasnya lautan, muncul imaji saya bagaimana jika (what if) dari dalam lautan muncul makhluk asing bertubuh besar seperti ultramen. Bagaimana jika dari balik tebing muncul kepala seukuran gedung MPR. Bagaimana jika dari langit berjatuhan manusia-manusia raksasa bermata satu yang ingin mandi di laut itu. Saat orang-orang mungkin takut dengan penampakan kain putih yang melayang-layang, saya biasa saja. Saya takut dengan sesuatu yang lebih besar dari saya. 
Kurang lebih VR ini bisa mewakili ketakutan saya. Terjebak di gurun dengan monster njir. (screenshoot)
Selain hal di atas, ada lagi yang menurut saya menarik di film MSG. Yaitu tentang keabsolutan sistem. Permainan ‘Mafia’ diatur oleh pihak netral yang berperan sebagai Moderator. Moderator ini bisa menentukan apakah Mafia dibiarkan beraksi atau tidak. Ia juga bisa menentukan apakah vote dari warga dihitung atau tidak. Bisa dibilang kalau moderator ini adalah replika dari Tuhan. Nah, dari hal ini muncul dua tipe manusia, taat pada sistem dan penentang sistem.

Salah seorang yang mencoba untuk menentang sistem adalah Butcher. Ia dipilih oleh Mafia. Mau tidak mau ia harus masuk ke dunia VR. Dunia VR-nya menempatkan Butcher di sebuah gelanggang pertarungan dengan dua algojo bersenjata. Layaknya gladiator, Butcher memberi perlawanan serius terhadap dua algojo itu dengan benda-benda yang ada disekitarnya seperti pasir, batu dan botol minuman. Di sini Butcher mencoba melawan ketakutannya, ia menentang sistem. Memang benar ia berhasil mengalahkan kedua algojo itu. Sayangnya, saat ia berbangga diri, kakinya tersandung batu dan kepalanya jatuh tepat di ujung besi bangunan. Butcher mati.

Tokoh favorit saya adalah Constantine. Ia orang yang jenius. Di dunia nyata ia bekerja sebagai seorang konsultan untuk situasi-situasi krisis. Kemampuan yang sangat berguna dalam permainan ini. Sayangnya, ia memiliki parameter sendiri bagaimana memenangkan permainan ini. 

Cah kemaki Constantine. Irunge ra tertib! (screenshoot)
Di tengah permainan ia mengaku sudah tahu siapa yang berperan sebagai Mafia. Tapi, ia enggan segera mengeksekusi Mafia, sebab jika jumlah pemenang terlalu banyak maka uang hadiah juga akan terbagi terlalu banyak. Si kampret ini mendeklarasikan bahwa dirinya ingin menang sendiri.

Sayangnya, kesombongan itu justru membuat sebagian pemain lain KZL. Constantine mendapat tiga vote saat pemain tersisa delapan. Butuh satu lagi vote dan ia harus mati. Dalam situasi itu tinggal dua orang yang belum melakukan voting, Ivan dan Constantine sendiri. Ivan memilih mengikuti kata hatinya dengan memberi suara untuk Eli. E.. Lha bajinguk! Constantine malah mengambil vote untuk dirinya sendiri. Jan congkak e Constantine iki wuasu tenan og. Sepanjang sejarah permainan ‘Mafia’, ia menjadi orang pertama yang memvote diri sendiri.

Akhirnya, ia memasuki dunia VR ketakutannya, yaitu ‘mati tua’. Ia berlari mengitari tangga yang terpampang banyak cermin. Wajahnya mengeriput dengan cepat. Rambutnya memutih tanpa harus bleaching di salon Sasha. Ia mendekatkan wajahnya ke cermin, lalu terkekeh. Saat sekarat, ia membuat sebuah pengakuan. Ternyata Constantine telah memperdaya sistem. Saat sesi psychological evaluation (dilakukan dua minggu sebelum permainan dimulai), ia berhasil melewati pendeteksi kebohongan dengan memberi pernyataan palsu. Ia tidak takut mati tua. Tapi justru ia ingin mati tua. Begitulah, si jenius waskita ini berhasil mati seperti yang ia inginkan. Piye? Po ra nguanyelke tenan cah siji iki.

Eits! Tidak cukup sampai di situ kecerdikan Constantine. Ternyata ia sudah mengatur jalannya permainan agar hasil akhir dari game ini adil bagi semua peserta yang tersisa. Constantine berhasil membuat sistem jadi kelabakan. Bukan hanya memilih diri sendiri dan menipu pendeteksi kejujuran, si kampret ini benar-benar merusak hasil akhir. Mau tahu bagaimana kelanjutannya? Ketik REG spasi MILF kirim ke 0101 sekarang juga –by presenter kuis Lativi dini hari. Btw, kuis birahi dini hari ini juga harus dibuat filmnya ya. Lativi Reborn!

Sisanya silakan tonton sendiri saja ya, biar lebih mancep! Intinya film MSG ini mengajarkan kepada kita agar terus meningkatkan IPK dan rajin sembahyang. Jangan terlalu fokus menghindari ketakutan-ketakutan, tapi fokus lah pada apa yang ingin kita raih. Jika kita takut mati dalam lembah nista, maka kita akan mati dalam lembah nista. Namun jika kita bertekad mati mulia, maka syahid lah yang menyambut kita. Setiap manusia pasti mati. Kitalah yang menentukan mau suulqotimah atau khusnulqotimah.

Jika kita terjebak pada sistem yang membuat kita lamban, maka berontak sajalah. Jangan takut menjadi berbeda. Jangan membuat waktu menjadi sia-sia. Jangan menimbun penyesalan-penyesalan. Fokus pada keberhasilan, bukan kegagalan. Raih suksesmu sekarang juga! Yes we can! Yes! Yes! Yes! Selamat! Selamat datang di review motivasi. Agar hidup lebih bermakna dan berdikari. Sampai bertemu di lain waktu lagi. Cheers.

Header pict source: cinecitta.de

22 Oktober 2016



Tak dapat dipungkiri jika ada masa yang kita hanya pasrah memendam perasaan kita terhadap seseorang. Entah itu perasaan suka, benci, kecewa, takut, sedih dan sejenisnya. Ada beberapa orang yang bisa segera menyatakan itu tanpa basa-basi. Namun, tak jarang ada yang mengalami kesulitan.

Memendam perasaan itu bagai menyimpan baju kotor. Rasanya ingin segera dicuci, tapi malas sekali. Baju kotor jika terus ditumpuk hingga menggunung, pastilah muncul bau apek. Kalau sudah begini biasanya baru mau berangkat nyuci. Tapi kan capek banget nyuci timbunan baju. Sampai tahap ini biasanya muncul penyesalan; ‘kenapa enggak dari dulu aja’.

Kan ada laundrian, bro?

Serah deh seraah.. Namanya juga perumpamaan doang.
Jadi, sesulit apapun perasaan yang mengganjal di hati, memang sebaiknya diutarakan. Terlebih jika itu menyangkut dengan orang lain. Semisal ketika kamu punya teman dekat yang belakangan ini baru bertingkah menyebalkan. Yasudah bilang aja terus terang. Daripada ngedumel sendiri, ya kan?

Atau ketika kekasihmu tiba-tiba berubah. Sudah tidak seperti dulu lagi. Klise, sih. Tapi masih ada aja yang seperti ini. Ya sebaiknya dikatakan saja apa yang kamu rasakan. Kalau sedih ya bilang sedih. Kalau kecewa yang bilang kecewa. Kalau takut ya bilang takut.

Saya pernah berada pada posisi ini. Dan sejauh ini saya lebih banyak memendam perasaan. Lama-lama kesakitan sendiri, lho. Saya banyak menyesali waktu yang saya siakan untuk merahasiakan perasaan dari siapapun. Bahkan untuk hal sepele, seperti ketika saya pesan mie ayam di warung tenda. Pas pesenan datang, bukan mie ayam yang saya terima tapi spaghetti bolognise. Biasanya saya enggan untuk protes. Saya memilih diam. Padahal seharusnya saya bisa lekas menggamit baju bapak penjual mie ayam. Lalu menatap matanya dengan sendu. Sedikit menghela nafas dan mengatakan “ada yang mau aku omongin sama kamu”.
 
“Ada apa ya, mas?”

“Beberapa saat lalu aku memesan mie ayam.”

“....”
 
“Tapi sekarang kamu udah berubah. Kamu udah gak kayak dulu lagi. Kamu sajikan spaghetti bolognise padaku. Kamu pikir aku ini siapa, ha? Kenapa kamu seolah tidak tahu kesukaanku?”

“E.. Itu..”

“Itu, itu apa? Kamu sudah bosen sama aku?”

“Biar saya ganti pesenannya aja , mas.”

“Nggak perlu”

Tangan bapak itu perlahan menyentuh piring spaghetti bolognise. Dan ia menatap bayang-bayang saus dengan mata kosong. Angin semilir berhembus menggoyang rambut ikalnya. Kesejukan dan keteduhan terpancar dari peluh keringat yang membasahi wajah tirusnya. Dengan pelan, ia menguncap kata penuh kekhusyukan, “maafin aku, mas”.

Kuterdiam sejenak. Mengambil nafas dalam-dalam. Meresapi setiap oksigen yang masuk ke paru-paru seolah sedang menghirup kesabaran.

“Kamu tak perlu minta maaf. Aku yang salah. Seharusnya aku tak pesan mie ayam”. Kami berdua terdiam.

“Seharusnya aku tahu kalau tidak ada menu mie ayam di warungmu”, kataku penuh sesal. 

 
Ya kurang lebih begitu. Katakan saja apa sedang mengganjal di hati. Saya yakin –sebagai orang yang sudah pengalaman memendam perasaan- pasti ada rasa takut untuk menyatakan perasaan. Takut jika nanti orang yang kita jujuri itu menjadi sedih, kecewa bahkan murka.

Tapi jangan khawatir. Kali ini saya akan memberi tutorial bagaimana menyatakan perasaan-perasaan sulit. Jika kalian pernah membaca “Men Are From Mars, Women Are From Venus”, mungkin akan kalian temui cara-cara ini ada miripnya. Yaiyalah.. Emang rujukan saya dari situ. Tapi hanya beberapa bagian saja, sih. Sisanya saya cuplik dari intelegensi saya yang gini-gini aja. Oke, mulai!
 
Sebelumnya, ada beberapa media yang bisa kita gunakan untuk menyatakan perasaan sulit.

1. Lisan

Memang cara paling basic untuk menyatakan perasaan ya dengan ngomong langsung. Sayangnya, ada beberapa orang yang gemetaran saking tidak kuatnya menahan gejolak birahi –ini khusus kalau kamu mau ngajak ML aja. Merangkai kata-kata dalam kepala lalu melepaskannya lewat lisan itu cukup sulit. Saran saya, jika kamu bukan tipe orang yang lancar ngomongin hal-hal sensitif, ada baiknya kamu menggubahnya dalam lagu.

Demi memberi kesan totalitas dalam menyampaikan perasaan sulit ini, sebaiknya lagu yang kamu nyanyikan untuknya adalah lagu yang kamu buat sendiri. Tulis uneg-uneg yang ingin kamu sampaikan padanya dalam sebuah kertas, lalu senandungkan. Jelek atau sumbang urusan belakang. Yang penting jujur dulu. Tapi, jika kamu tidak mahir membuat lagu, ya solusi sederhana cari lagu yang related dengan perasaanmu -tapi sebaiknya sih dihindari, BASI sob.

2. Tulisan

Jika secara lisan kadar degdegannya terlalu tinggi maka media lain yang bisa digunakan adalah tulisan. Melalui tulisan kita bisa menyusun teks puisi atau surat. Menuangkan perasaan dalam bait puisi memang kadar sentuhannya lebih kuat. Namun jika yang kita kasih puisi itu tipe orang yang sulit memahami teks-teks konotatif, ya malah jadi bingung dia.

Jadi, saran saya sebaiknya sampaikan uneg-unegmu melalui surat. Surat bisa jadi media paling tepat untuk menyatakan perasaan. Di dalam surat kita bisa menulis secara runtut, gamblang dan detail. Soal touching atau enggak urusan belakang. Yang penting jujur dulu aja.

3. Visual

Tak dapat dipungkiri jika pada era saat ini ada banyak orang yang lebih bisa menyatakan pemikirannya melalui media gambar. Sampai-sampai perlu dibuka jurusan Desain Komunikasi Visual untuk menjembatani kecenderungan itu, bukan? Nah, kalau yang sudah-sudah biasanya menyatakan gagasan dalam pikiran ke bentuk visual. Tantangan berikutnya adalah bagaimana mengkomunikasikan perasaan ke bentuk visual juga.

Jika kamu adalah tipe orang yang kepekaan visualnya tajam, saya yakin hal ini tidak terlalu sulit. Kita bisa menggunakan gambaran tangan sendiri, mau sketsa, doodle, lukis atau grafitti juga bisa. Kalau lebih canggih dengan media digital juga bisa. Bahkan pakai fotografi pun juga bisa.

Intinya, nyatakan perasaanmu melalui media apapun yang kamu kuasai. Jika kamu tidak memiliki keahlian-keahlian tadi ya minimal bisa back to basic. Ngobrol langsung. Namun ‘langsung ngomong’ aja terlalu berbahaya. Misal kamu ingin mengatakan pada kekasihmu kalau dia terlalu egois. Nah, kalau kamu asal bilang “kamu sekarang egois banget sih, bangsat?!”, saya yakin dia bakal terpicu emosi dan justru menyerangmu. Dari hal-hal sederhana itu justru berpotensi merusak hubungan.

Kita hamil, Mas. Source: quora.com
Maka dari itu, perlu penanganan khusus bagaimana menyatakan perasaan sulit itu. Ada rumusnya. Ada poin-poin dan step yang harus diperhaikan. Rumusnya adalah ASTS+C. Gimana? Mudah dihapal, kan? Berikut penjelasannya:

1. Amarah

Tahap pertama sampaikan rasa marahmu. Marah itu bisa ditujukan pada orang yang kamu maksud atau bisa juga ditujukan untuk diri sendiri. Misal, kamu ingin bilang sayang ke mas-mas tukang parkir Alfamart. Kamu mulai dengan menuangkan amarah. Contoh: “Aku marah pada diriku sendiri. Aku marah saat aku pasrah nurut orangtua untuk belanja di Indomart. Padahal hatiku sudah terpatri di Alfamart. Aku ingin selalu ketemu kamu, mas”.

Jika mulai dari tahap ini sebaiknya kamu sampaikan melalui surat, deh. Karena kalau ngomong langsung nanti sebelum inti yang ingin kamu katakan, dia sudah motong pembicaraan duluan. Makin repot nanti. Hati-hati yaa..

2. Sedih

Setelah meluapkan kemarahanmu, selanjutnya ungkapkan kesedihan. Katakan hal-hal yang membuatmu sedih. Misal kamu sedih karena tidak bisa parkir di Alfamart. Kamu sedih tidak bisa bertemu mas ganteng tukang parkir. Kamu sedih hanya bisa memandang mas ganteng tukang parkir sekilas saja. Menyatakan kesedihanmu berfungsi sebagai penetral amarahmu di awal tadi. Memang sih bisa dibilang ini memancing rasa iba. Tapi bukan itu intinya. Pada tahap ini kamu akan menyentuh hatinya. Saya yakin seberingas apapun kelakuan di ranjang, tetap saja tertanam rasa kasih di hati manusia. Nah, sentuh itu.

3. Takut

Hal yang perlu diungkapkan berikutnya adalah rasa takut. Misal takut kehilangan, takut perubahan, takut ketidakpastian, takut kegagalan dan lain-lain. Tahap ini akan semakin menusuk-nusuk perasaan orang yang kamu tuju. Tujuan utamanya adalah untuk memancing rasa kepedulian.

4. Sesal

Setelah hatinya tersentuh dan timbul kepedulian terhadapmu, tahap berikutnya adalah menyesali diri sendiri. Penyesalan ini semacam pengakuan dosa. Kesannya agar kamu tidak terlihat egois. Tidak terlalu banyak menuntut. Sesalilah masa lalumu. Sesalilah kebodohan yang pernah kamu perbuat. Dari iba, lalu peduli, dan tahap ini untuk menumbuhkan rasa sayang.

5. Cinta

Saya yakin orang yang mau menerapkan rumus ini sebenarnya punya rasa cinta terhadap orang yang dituju. Cinta yang saya maksud tak sesempit pengertian cinta sama dengan menjalin hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan kekeluargaan yang sah. Tapi cinta yang kamu tebar bisa ke siapa saja, bisa saudara, orang tua, sahabat, teman bahkan abang-abang barbershop juga boleh.

Tahap ini bukan tahap untuk mengatakan ‘aku cinta kamu’. Tahap ini adalah tahap akhir untuk menutup penyampaian perasaanmu dengan manis. Untuk mempermudah, coba kamu tuliskan perasaan cinta dimulai dari kata ‘terima kasih’. Misal –setelah kamu ungkapkan rasa sesal (tahap 4) kamu bilang “terima kasih, kau sudah bersabar untukku. Terima kasih, kau mau sejauh ini bersamaku. Terima kasih, kau selalu berhasil mengingatkanku bahwa selalu ada bahagia (kamu) disetiap sedihku”.

Tahap cinta di sini sebenarnya membongkar perasaan-perasaan bahagiamu tentang dia. Ungkapkan dengan kalimat terima kasih. Lambungkan hatinya. Buat dia merasa diakui, dianggap, diperhatikan. Dengan begitu meski inti yang ingin kamu sampaikan adalah perasaan-perasaan negatif, ujungnya jadi manis. Dia akan menerimamu secara postif. Pertengkaran pun terhindari.

Kuncinya, jangan berhenti melakukan tahap-tahap itu sebelum sampai pada tahap cinta. Mau buat lagu, puisi atau surat jangan sampai berhenti sebelum sampai puncaknya. Nah, kalau misal pakai media visual gimana? Ya coba tidak membuat hanya satu. Buat berangkai, sampai membentuk cerita juga bisa. Ah susah kayaknya ya. Menurutku sih, sebaiknya bikin surat saja.

Fungsi utama dari rumus-rumus ini adalah untuk memetakan perasaanmu yang sebenar-benarnya. Selain memberi penjelasan kepada orang yang kamu tuju, rumus ini juga bisa menjadi cara terapi diri untuk memahami apa yang sebenarnya kamu rasakan. Jangan kepancing emosi terus langsung nyeblak. Pikirkan dulu dengan tenang. Apalagi jika kasusnya rumit dan berat.

Nah, di atas sudah saya tulis media yang bisa digunakan untuk menyampaikan perasaan sulit dan juga rumus untuk menyampaikannya. Jadi, langsung saja kita menuju inti gimana cara menyatakan perasaan sulit. Berikut tutorialnya:

1 Niat 

2 Persiapan fisik dan hati

3 Eksekusi (usaha maksimal)

4 Pasrah

Baiklah, semoga tutorial ini bisa memberi manfaat buat teman-teman semua. Terima kasih sudah menyimak dari awal hingga akhir. Sudah dulu ya. Sampai jumpa di tulisan saya selanjutnya. Cheers.

Header source: tokopedia.com

13 Oktober 2016


Pada tanggal 8 Oktober kemarin saya melakukan perjalanan asal-asalan ke Jogja. Namanya juga lagi dirundung gelisah, jadi harus refreshing dikit biar tidak resah. Sebenarnya saya hanya perlu melihat tempat-tempat baru dan orang-orang baru itu sudah cukup membuat saya berpikir lebih jernih.

Sabtu pagi, di stasiun Purwosari saya bertemu dengan teman sebangku saya semasa SMP. Namanya Jefri. Dari dirinya lah saya mewarisi cangkem buosok kalau urusan bercanda dan nge-bully orang. Sungguh sulit diterima akal, sekarang dia berprofesi sebagai wasit untuk cabang olahraga tenis. Padahal passion-nya di bidang bacot-membacot. Kalau dia mau mengeksplor bakatnya ke YouTube, saya yakin VNGNC bakal tutup akun.

Selain Jefri, saya juga bertemu dengan seorang penulis bernama Ngadiyo. Dulu saya pernah jadi MC dalam acara bedah bukunya. Saya kaget sekali ketika diminta untuk jadi MC. Jangankan punya pengalaman ngisi acara, wong izin ke kamar mandi pas sholat jumat saja saya tidak berani.

Kala itu saya protes terhadap keputusan panitia yang tidak mengindahkan hak-hak saya sebagai mahasiswa cupu. Usut punya usut, ternyata dari sekian calon MC yang dimonitoring oleh panitia, saya lah yang paling memenuhi kualifikasi wajah. Panitia bilang, wajah saya ini related dengan judul buku yang akan dibedah. Karena penasaran, saya ngintip catatan rapat panitia. Terungkap sudah. Judul buku yang akan dibedah adalah “How to Handle Masturbation”. Kampret emang. Tapi page one


Muka saya sepertinya lebih mirip duo setan itu. Source:dionwirawan.files
Perjalanan dari Solo ke Jogja, saya tempuh dengan naik kereta. Tidak banyak yang saya lakukan di dalam kereta. Hanya mendengarkan musik dan berpikir. Saya sangat suka melamun. Banyak hal yang bisa saya pikirkan. Tentang hidup, asmara, karir, pendidikan, apapun itu saya visualkan dengan apik dalam khayalan saya. Sampai-sampai saya memelintirkan beberapa lirik lagu. “I have a bad blog! Kau benci blogku yang apa adanya. Dan sukai mereka yang belagak dapet kapal pesiar dari job reviewnyaaa”.

Ah, tak terasa pelamunan itu sukses mematikan waktu saya. Saya tiba di stasiun Lempuyangan sekitar pukul 12 siang. Di sini saya sudah menghubungi teman saya yang ada di Jogja, namanya Regina. Kami berdua sebenarnya tidak sering berkomunikasi. Hanya sesekali say hello saja di media sosial atau pas papasan di kampus. Saat itu entah kenapa saya ingin bertemu dia. Akhirnya, kami memutuskan untuk berbincang-bincang hangat di Coffee Legend.

Di tengah percakapan kami yang menyenangkan, hujan mengguyur deras. Kami berdua terjebak di Coffee Legend selama berjam-jam. Karena sudah mulai bosan, kami memutuskan untuk nekat menerjang terpaan hujan dan menerima kepasrahan jika nanti masuk angin.

Tanpa berbekal rencana yang jelas, saya ngikut saja insting Regina. Akhirnya, kami berkunjung ke Bentara Budaya. Di sana kami berkeliling menyaksikan beberapa karya seni lukis. Kalau diingat-ingat saya memang sudah lama sekali tak menonton pameran seni. Pada waktu itu di Bentara Budaya yang dipamerkan adalah karya-karya lukisan abstrak. Cocok sekali dengan pikiran, perasaan dan hidup saya yang serba tidak jelas ini.

Selepas memutari galeri dan sedikit berbincang-bincang di kursi yang tersedia di tengah ruangan, kami merasa perlu beranjak dari tempat ini. Di halaman Bentara Budaya saat itu ada berlusin-lusin pria berkostum serba hitam. Untung saja bukan karena ada layatan. Tapi sedang ada acara komunitas musik. Nama acaranya “Cassette Store Day 2016”, yaitu ajang berkumpulnya para penikmat musik yang mengoleksi rilisan fisik. Di sana saya melihat sensasi ‘lawas’ yang terkemas dengan apik. Saya dan Regina memang suka musik tapi bukan dari kalangan musisi. Karena latar pendidikan kami sama-sama dari seni rupa dan desain. Jadi kami berdua justru membicarakan visual pada sampul album. 
Salah satu hal yang membuat saya bertanya-tanya sejak dulu adalah kenapa acara-acara ‘eksklusif’ di Jogja macam ini pasti banyak bulenya. Malah dulu ketika saya nonton Pappermoon Puppet di IFI Jogja, yang datang hampir bule semua. Apa anak-anak muda di Jogja fokus belaja, ya? Eh, btw, waktu di IFI itu juga hujan. Memang deh, Jogja, hujan dan bule sulit dipisahkan kenangannya.

Saat saya berjalan melihat-lihat kaset sambil menghindari genangan air, tiba-tiba Regina memanggil saya. Ia menunjukkan pada saya sebuah banner besar yang terpasang di pinggir jalan. Di banner itu tertera sebuah acara yang saat ini sedang berlangsung. “Ke sana, yuk”, ajak Regina. Memang tidak salah bertemu Regina ini. Spontanitasnya tinggi.

Alhasil, jadilah kami berdua pergi ke UGM. Di sana saat itu sedang ada acara ‘Kampung Buku Jogja #2’. Sebagai penikmat buku-buku, jelas kami berdua nekat menerjang ribuan air yang jatuh deras dari langit Jogja. Dan makin afdhol perjalanan ini karena kami sempat nyasar. Wong acaranya itu di foodpark, kami malah pergi ke gelanggang. Tanya orang sana-sini tidak ada yang benar. Sedih. Dan akhirnya kami diselematkan oleh google map dan intuisi. 


Ini lokasi acaranya. Selebihnya bayangkan saja suasana romantis malam, dengan lampu remang-remang yang banyak dan hujan rintik. Source:wardhanahendra
Buku-buku yang dijual di KBJ ini kuampret bener dah. Bagus-bagus! Mulai dari filsafat, sastra, sejarah, seni dan aaaaghh buku-buku langka! Buku-buku indie! Fak! Fak! Fak! Tahu gini saya harusnya sedia uang saku yang lebih. Tidak kepikiran ada acara begini, sih. Hasilnya, saya cuma ngiler sambil elus-elus buku yang pingin dimiliki seutuhnya. Hih! Gemes! Cium juga nih lama-lama.

Saya dan Regina sama-sama tidak beli buku apa-apa. Mau gimana lagi, perut lebih perlu diisi daripada nanti kami pingsan. Saat hendak melangkah ke area makan, Regina kembali memanggil saya, “Ham, ke atas dulu, yuk!”. Dari lantai dua memang terdengar riuh perbincangan, sepertinya ada acara diskusi atau sekadar ngobrol santai. Kami berdua ke lantai dua. Namun terhenti di mulut tangga saja. Tempatnya penuh. Saya sempat ngintip dari sela-sela selangkangan orang yang berdiri di depan saya. Hm, ya, sepertinya ada diskusi. Karena tidak ada celah untuk masuk, kami mengurungkan niat dan kembali pada tujuan semula. Makan! 


Atae.. Kenapa melewatkan acara ini, sih!? Source:aktualita.co
Di foodpark ini kami memesan dua teh hangat, Regina makan nasi dengan ati goreng dan saya cuma ngemil pempek udang. Selagi Regina menyantap makanannya, saya mengaburkan pandangan ke sekitar dan mencoba menikmati momen itu. Saya menyadari kalau hari itu cuma jalan-jalan sederhana, tapi menyenangkan. Dari pameran seni, acaranya anak-anak musik, dan perbukuan. Kalau saja ditutup dengan acara pemutaran film, habis sudah pertahanan saya. Mau bagaimana lagi? Sudah di Jogja, datang ke tempat-tempat menyenangkan, hujan pula. Jika bukan karena faktor X, sudah jatuh cinta nih pasti.

Selepas makan malam, saya dan Regina harus segera ke stasiun lagi. Saya bermaksud naik kereta Prameks yang berangkat pukul 20.15. Sesampainya di stasiun, saya kehabisan tiket. Oke, fayn! Itu adalah kereta Prameks terakhir. Saya dan Regina lantas mendiskusikan hal ini. Ada beberapa opsi seperti; saya naik kereta lain yang berangkat lebih malam dan lebih mahal, saya tidur di stasiun dan nunggu Prameks besok subuh, saya naik bus tapi motor saya inap di stasiun Purwosari, saya naik taksi (edan!), saya inap di kosan Regina tapi di area parkir, atau saya inap di losmen sarkem aja.

Keputusan terakhir jatuh pada ‘naik kereta yang agak mahalan’. Ya, jadi saya pulang dari Jogja pukul 21.00, naik kereta Jaka Tingkir. Dan..untuk kesekiankalinya spontanitas Regina membuat saya kaget. “Aku juga mau pulang ke Solo sekarang aja”.

What?

Benar saja, malam itu Regina memutuskan untuk pulang ke Solo. Rencana awal dia sih ingin balik Solo pada minggu pagi.

“Kamu gak ingin bawa barang-barang dari kos dulu, Reg?”

“Enggak, bawa apa?”

“Ya..gak tahu juga. Pakaian mungkin.”


“Enggak”, dia buka tasnya lalu ngecek ini itu, “Udah. Gini aja”.

“Serius?”

“Heh. Jangan bikin ragu dong.”


Satu pelajaran hidup yang saya pelajari dari Regina. JANGAN MERAGUKAN SEBUAH KEPUTUSAN. Memang saya ini orangnya sering ragu-ragu, terutama pada diri sendiri. Saya ingin mengambil keputusan yang tepat. Tapi ternyata semakin sering saya meragu justru bukan kematangan keputusan yang saya ambil, tapi kesia-siaan waktu. Thank you, Reg.

Jadi, malam itu saya dan Regina naik kereta dari stasiun Lempuyangan (Jogja) ke stasiun Purwosari (Solo) pukul sembilan. Sampai di Solo sekitar pukul sepuluh. Dan saya sudah pasti mengantar Regina ke rumahnya dengan aman. Saya baru sampai rumah sekitar pukul sebelas. Tepat dua belas jam perjalanan saya hari itu berakhir. Sebelum tidur saya ngecek grup WWF, ah lagi left. Ngecek wassap, ah masih pada rebutan job review. Ngecek twitter, ah masih ngomongin tips blog paling mainstream. Ngecek playlist AIMP, NDX A.K.A – Kesandung Masa Lalu. Oke, play! Saatnya lucid dream.

Terbang.

4 Oktober 2016



Setiap blogger pasti memiliki alasan tersendiri mengapa dia perlu ngeblog. Sama seperti mengapa ada yang lebih memilih tim macam Arsenal daripada Chelsea Islan. Atau lebih memilih chatting pakai Telegram Messenger daripada pakai WhatsApp the people of the world (koin boss koin). Namanya juga pilihan. Silakan saja mau pilih yang mana. Asal tidak memilih Yulianto sebagai suami kamu, itu sih cukup.

Nah, sebagai blogger yang seperti debu diantara gurun pasir ini saya mau berbagi tentang kiat-kiat ngeblog. Berikut saya tulis dalam format macam Q&A saja ya. Mau bagaimana lagi, saya tidak pernah dikyu-en-ein (tolong masukin kata ini dalam bahasa baku Indonesia). Satu-satunya kyu-en-e yang pernah saya alami ya cuma di bioskop.

“Mau nonton apa, Mas?”

“Kuntilanak Kesemutan”

“Untuk berapa orang?”

“Satu”

“Kuntilanak Kesemutan. Satu tiket. Pukul 17.00. Totalnya tiga puluh ribu.”

“Eee.. Mbak. V ini maksudnya studio lima? Bukannya di sini studionya cuma ada empat?”

“Bukan. V itu Videotron, Mas... Di Jaksel”

“%^$#@!”


Apaan, sih! Doh doh doh. Efek maksa bikin tulisan tips-tips dicampur komedi ya gitu. Kayak berharap white coffee warnanya beneran putih. Sulit.

Cukup pembukaan tidak penting barusan. Sekarang langsung saja, saya bagi tips-tips ngeblog dari saya melalui percakapan berikut ini:

SAYA MULAI, SEBELUM NGEBLOG SEBAIKNYA APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN?

Minta restu orang tua. Jika orangtuamu sudah merestui kegiatanmu sebagai seorang blogger, Insya Allah aktivitas ngeblogmu akan lancar. Restu orang tua adalah kunci.

WAH, TAPI SAYA BINGUNG JELASIN KE ORANGTUA BLOGGER ITU APA? GIAMANA DONG?

Kamu bingung karena tidak tahu apa bingung karena terlalu tahu? Jelasin saja setahu kamu. Sejujur-jujurnya. Orangtua bakal paham atau tidak urusan belakang, yang utama adalah jujur.

BAIKLAH. SEKARANG JELASIN DONG IDE NULIS ITU BAGAIMANA?


Ide nulis itu banyak. Saya yakin kamu tidak akan pernah berhenti menemukan ide buat nulis. Hanya saja yang sering terjadi adalah ide itu datang diwaktu kita sedang tidak ingin nulis. Tapi pas niat nulis, ide itu lenyap begitu saja. Sama seperti saat kita kecapaian mengendarai sepeda motor, lalu ingin dapet lampu merah biar bisa berhenti sejenak tapi malah kena lampu hijau terus. Giliran buru-buru malah kena lampu merah berkali-kali.

TERUS GIMANA CARANYA AGAR KITA SIAP IDE PAS INGIN NULIS?

Gini aja, saya yakin kamu pasti punya akun sosial media. Dan sebagai blogger sebaiknya aktif di sosial media juga sih. Tidak harus aktif semua, pilih saja yang membuatmu nyaman. Nah, kalo punya akun sosial media tentu pernah post sesuatu kan? Bisa itu ngetwit, update status di Facebok maupun upload foto di Instagram. Sebenarnya, setiap sesuatu yang kita bagikan di sosial media itu bisa jadi pokok pikiran dari sebuah tulisan.

Misalnya, kamu pernah ngetwit tentang makanan yang murah banget. Ambil twit itu sebagai pokok pikiran untuk tulisan kamu. Bisa saja nanti kamu nulis review makanan tersebut atau sekedar berbagi pikiran tentang makanan murah di kehidupan yang serba perlu ngluarin uang ini. Bahkan untuk twit tidak penting seperti “hmmm” itu sudah cukup jadi ide nulis. Kamu bisa jelasin momen-momen saat orang ngomong “hmmm” itu apa aja.

KALAU SUDAH DAPAT IDE, GIMANA MENGAWALI TULISAN? SAYA BINGUNG MAU MEMULAI NULIS DARI MANA.

Ada beberapa teori yang saya temukan. Saya share langsung contohnya ya. Misal mengambil ide nulis dari kata “hmmm”. Simak beberapa poin berikut.

Trik Narasi :

Beberapa hari yang lalu, saya terlibat dalam perbincangan maha mubadzir bersama kawan-kawan sejawat. Awalnya kami saling bertukar pendapat tentang lagu-lagu Young Lex yang sangat viral di perhelatan dunia maya. Ada kawan saya yang mengkaji secara detail setiap liriknya melalui ilmu-ilmu linguistik. Ada yang membedahnya dengan analisa semiotik. Sampai ada yang membuat diagram skematik lingkup budaya Young Lex terhadap lirik yang diciptakan. Di tengah keseruan itu, tiba-tiba saja ada teman saya yang datang. Ia datang sambil nahan tawa. Lantas menunjukkan sebuah tayangan video di ponselnya sambil bilang, “Heh! Udah pada nonton ini belum? Video barunya Young Lex. Parah banget! Nih, dengerin liriknya. Ngrusak moral!”. Serempak saya dan teman-teman yang tadi asyik diskusi menggumam malas. Hmmm.
Trik Deskripsi:

‘Hmmm’ adalah sebuah bentuk ekspresi yang sering kita lontarkan ketika kita sedang memikirkan sesuatu yang cukup dalam. Biasa disebut gumam. Gumam ini menjadi sebuah kebiasan verbal yang pada masa kini sering kita temui justru saat melakukan interaksi teks dalam aplikasi chat. Lebih jauh lagi, gumam ini yang semula dari verbal kemudian beralih menjadi teks, sekarang gumam juga dibentuk wujud visualnya. Seperti stiker-stiker ini.... (dst)
Trik Ungkapan:

“Sambil menyelam minum air”. Begitulah kira-kira ungkapan yang tepat ketika saya bertemu seorang gadis belia di stasiun Balapan Solo. Melihat ia yang tengah duduk sendiri, naluri saya sebagai bad boy macam Tere Liye pun terpanggil. Saya menghampirinya. Terlihat bibir imut tersenyum semanis Maudy Ayunda serta mata teduh Raisa yang berkolaborasi dengan kepolosan Chelsea Islan terpancar dari wajahnya. Segera saja saya mengajaknya berkenalan. Ia menjabat tangan saya dan mengatakan “saya Marta, tapi panggil aja Nunung biar enak”. Untuk beberapa saat saya menggumam tak jelas sambil mencari benang merah antara nama Martha yang berubah jadi Nunung. Hmmm. Seketika rentetan artis papan atas yang tadi saya imajikan buyar begitu saja.
Trik Kebalikan atau Perbandingan:

Dulu saya mengenal Martha saat les bareng di Kumon. Orangnya baik dan santun. Uniknya dia suka sekali dengan band Slank. Beberapa saat lalu saya teringat kalau CD Slank kesukaannya masih saya pinjam. Kami pun memutuskan untuk bertemu. Selain mengembalikan CD Slank, saya juga ingin sekali pedekatein dia sekali lagi. Singkat cerita, malam minggu kami ketemuan di Yellow Truck Cafe. Eh, siapa sangka. Ia datang bersama seorang pria tambun dengan kumis tipis yang merambat dari bawah hidung sampai mata kaki. “Hmm.. Dia siapa?”, bisik saya pada Martha. Dengan penuh keceriaan, Martha menjawab, “Dia suami aku. Kenalin. Nih namanya Waluyo, tapi panggil aja Junot biar asyik. Hihihihi”.
Trik Dialog:

“Pengen curhat, nih”

“Iya, cerita aja”

“Aku punya pacar namanya Reni”

“Trus?”

“Aku juga punya pacar namanya Yuli”

“Hmm. Terus?”

“Egh!”

“?”

“A Yuli Ren”

BODO AMAT !

 
OKE OKE. SAMPAI SINI SAYA MULAI PAHAM. TAPI SAYA SERING BINGUNG NIH KALAU MAU BIKIN KALIMAT. SAYA INGIN YANG SANTAI TAPI TETEP BISA FOKUS PADA ISI TULISAN. GIMANA CARANYA TUH?

Saya pernah mengalami yang seperti ini. Kalau kamu telusuri tulisan saya, kamu bakal merasa gaya tulisan saya sering berubah-ubah. Awalnya saya mengutuk diri sendiri ‘kok tidak bisa konsisten, sih!’. Namun, setelah dicermati ternyata gaya tulisan saya ya yang berubah-ubah itu. Kadang kaku, kadang santai, kadang njawani, kadang uring-uringan dan lain-lain. Mood berperan aktif dalam setiap proses penulisan bagi saya.

Beranjak dari hal tersebut, saya mencoba mematangkan ‘mood’ itu demi mencapai tulisan yang jujur pada diri sendiri. Pematangan mood ini saya dapatkan lebih kuat ketika saya bercerita secara verbal, bukan tulisan. Jadi kalau ingin menulis, pertama saya catat dulu poin-poin yang ingin ditulis. Kalau masih bingung, biasanya saya kembali pada patokan 5W1H. Setelah poin-poin tersebut saya tulis, saya kemudian ngobrol pada diri sendiri sambil menyalakan perekam suara. Hasil rekaman suara tersebut saya dengarkan dengan seksama, baru kemudian saya tulis di laptop.

RIBET AMAT?!

Trik itu baru saya pakai beberapa kali, sih. Biasanya saya menggunakannya saat nemu topik tapi stuck. Selebihnya, saya menulis dengan free writing yang diedit berkali-kali.

AH IYA. KALAU SUDAH JADI SATU TULISAN, ADA TRIK KHUSUS LAGI GAK BUAT NGEDIT?

Tidak ada yang spesial, sih. Saya biasanya baca berkali-kali draft itu dalam waktu dan tempat yang berbeda. Dalam situasi lapar dan kenyang sekalipun juga mempengaruhi tulisan kamu, lho. Lantunan musik pun juga demikian. Eh, tapi mungkin saya saja yang terlalu melankolis. Intinya sih, proses edit itu seperti merapikan kamar. Sudah ada barang-barangnya, tinggal bagaimana kita menata itu semua menjadi rapi.

BAIKLAH. SEPERTINYA SUDAH ITU SEMUA PERTANYAAN SAYA TERJAWAB. TERIMA KASIH ATAS SARAN-SARANNYA.
Ya, sama-sama. Kalau sudah jadi tulisannya, jangan lupa kasih tahu saya ya.

TENTU !


....
1 MINGGU KEMUDIAN



1 MESSAGE UNREAD 
.....

"Mas, ini saya yang dulu pernah tanya-tanya soal blog. Tulisan perdana saya sudah jadi nih. Mohon komentarnya:
http://semprit.com/petualanganku-bersama-adek-kelas-di-uks.html"
Pict source: pixabay.com/