26 Desember 2017


Hallo, Gaes. Siapa coba di sini yang nggak doyan games? Atau malah nggak tahu apa itu games. Waduh. Ya, tahulah, ya.

Game, sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga. Merujuk pada permainan dengan berbagai macam bentuk yang bisa dimainkan oleh masyarakat di segala usia. Biasa dimainkan pada sebuah gadget atau seperangkat alat tertentu, baik online maupun offline

Seiring dengan perkembangan zaman, industri game di dunia ternyata menunjukkan potensi bisnis dengan nilai yang cukup besar. Termasuk di Indonesia.

Dimulai dari serangkaian game konsol seperti Nintendo dan Playstation yang berlanjut dengan masuknya era game online di tahun 2000-an, industri game di Indonesia terus berkembang hingga mulai bermunculan beberapa game buatan anak negeri. 

Setelahnya, masuklah Indonesia ke dalam sejarah baru industri game lokal di tahun 2013 dengan terbentuknya Asosiasi Game Indonesia (AGI) yang digawangi oleh sepuluh orang yang berkompeten di bidangnya.

AGI bertujuan untuk menjadi wadah bagi seluruh perusahaan yang bergerak di bidang game di Indonesia. Dengan terbentuknya AGI, diharapkan industri game di Indonesia dapat mendominasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. 

Semakin bermunculanlah talenta-talenta, yang awalnya tertarik pada dunia teknologi dan informasi, mulai turut beralih menggeluti dunia animasi maupun game. Seiring berkembangnya waktu, mulai muncul pula developer-developer game dengan copyright mereka sendiri hingga sekarang.

Salah satu developer game dalam negeri yang begitu melejit namanya adalah Agate Studio. Agate Studio meraih kesuksesannya di pasar mobile game Indonesia dengan game-game buatan mereka seperti Football Saga dan Valthirian Arc II. 

Nah, dengan maksud turut serta meramaikan pasar game Indonesia layaknya Agate Studio dan pendahulu-pendahulunya, muncul sebuah developer game baru yang bernama Guklabs Game Studio.



Developer game asal Jakarta yang diisi oleh orang-orang yang telah berpengalaman di bidangnya tersebut dikabarkan akan segera merilis sebuah game bergenre action adventure yang berjudul WISGR. Menurut pernyataan yang dilontarkan oleh Johannes Antonius, CEO Guklabs Game Studio, WISGR merupakan sebuah upaya untuk membuat game karya anak bangsa agar dapat bersaing di kancah internasional.

“Kekuatan WISGR ada pada story dari gameplay-nya. Kami berusaha membuat story yang dapat menyentuh emosi dari pemain. Sehingga harapan kami, game ini juga dapat diterima di semua kalangan. Dan story yang kami buat juga full original,” jelas Johannes. 

Jadi, melalui game WISGR ini Guklabs Game Studio mencoba untuk mengajak para gamers untuk merasakan pengalaman bermain yang baru dengan fantasi yang berbeda. Selain itu, WISGR juga memiliki twist story yang sangat menarik sehingga gamers tidak dapat menduga-duga apa yang akan terjadi dari satu event ke event selanjutnya. Woow, rasanya bakal keren banget, nih!



Project game pertama Guklabs Game Studio yang dimulai pada awal tahun ini sudah berprogres sekitar 60% sampai saat ini. Untuk teaser videonya pun sudah disiapkan agar awal tahun depan dapat segera dirilis. Namun, untuk tanggal perilisan full version dari game-nya masih belum dipastikan. 

Wah, jadi semakin gak sabar, ya? Sebagai pecinta games seperti saya sih tentu sudah gatel banget ingin buru-buru memainkannya. Kita tunggu saja dulu tanggal mainnya.


Pict source: wisgr.guklabs.com

20 Desember 2017


Demi mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tidak jarang pelajar atau mahasiswa rela bersekolah di luar kota, luar pulau, atau luar negeri. Kemudian, mereka menjadi cah kos anyaran. Mereka tidak hanya dituntut untuk menyelesaikan pendidikan, tetapi juga dituntut mengurus diri mereka sendiri. 


Bagi mereka yang terbiasa hidup bersama orang tua, hidup sebagai anak kos adalah tantangan yang besar, terutama dalam hal keuangan. Setuju? 

Jika biasanya bisa langsung meminta uang kepada orang tua saat menginginkan sesuatu. Namun, saat menjadi anak kos, mereka akan diberi uang bulanan yang harus dikelola sendiri. Mengelola keuangan sendiri bukanlah hal yang mudah, apalagi bagi mereka yang baru merasakan kehidupan anak kos. Seringnya uang bulanan habis sebelum waktunya seperti yang saya alami. 

Oleh karena itu, di bawah ini ada langkah-langkah manajemen keuangan ala anak kos yang harus diterapkan.

1. Membuat Daftar Kebutuhan


Awal bulan merupakan waktu yang dinanti oleh anak kos. Pada saat itu mereka akan mendapat kiriman uang bulanan dari orang tua. Namun, seringnya uang bulanan dihabiskan sebelum waktunya karena pengeluaran yang tidak terkendali. Saat memegang banyak uang, mereka cenderung membeli barang-barang yang terlihat menarik di mata. Sampai kadang lupa soal penting atau tidaknya barang tersebut dibeli.

Nah, salah satu cara yang paling ampuh untuk mengelola pengeluaran adalah membuat daftar teman yang bisa dimanfaatkan kebutuhan. Daftar kebutuhan dapat dibuat sebelum mendapat uang bulanan dari orang tua. 

Daftar kebutuhan berfungsi sebagai pengingat agar tidak menggunakan uang dengan semena-mena. Kebutuhan yang tertulis di dalam daftar tersebut merupakan kebutuhan yang penting, seperti sewa kos, iuran air dan listrik, iuran wi-fi, makan, bensin, pulsa, perlengkapan mandi, dan kebutuhan sekolah. Jangan lupa untuk mencantumkan anggaran yang dialokasikan untuk setiap kebutuhan. 

Setelah itu, hitung berapa banyak uang bulanan yang dikeluarkan untuk memenuhi semua kebutuhan. Jika uang bulanan masih memiliki sisa, jangan gunakan uang tersebut untuk berfoya-foya. Rasah kakehan nggaya! Sebaiknya simpan uang tersebut untuk mengantisipasi kebutuhan yang tidak terduga seperti berobat, servis motor, iuran kegiatan sekolah atau kampus, dan lain sebagainya. Namun, jika perlu uang mendesak tidak ada salahnya mencari pinjaman uang ke orang lain.

2. Utamakan Memasak Daripada Membeli


Makan merupakan kebutuhan primer bagi manusia, tidak terkecuali anak kos. Makan merupakan kebutuhan yang bisa menghabiskan lebih dari 50% uang bulanan. Selain itu, besarnya uang bulanan untuk makan ditentukan oleh jenis makanan apa yang dikonsumsi. 

Anak kos memiliki siklus makan setiap bulan. Di awal bulan mereka akan makan makanan yang enak, biasanya dengan lauk ayam, ikan, atau daging. Di pertengahan bulan makanan mereka mengalami penurunan kualitas, mereka lebih sering makan dengan lauk sayur-mayur dan telur. Sedangkan, di akhir bulan mereka kerap mengonsumsi makanan dengan lauk sayur-mayur dan sering mengonsumsi makanan instan. Siklus makan tersebut tidaklah sehat untuk tubuh serta keuangan.

Meski demikian, ada kok sebagian anak kos sebagai pemuja mie instan yang akan selalu makan mie instan entah awal bulan, pertengahan bulan, akhir bulan, maupun datang bulan.

Oleh karena itu, memasak sendiri merupakan cara yang ampuh untuk menghemat pengeluaran uang bulanan. Siapkan beras dan rice cooker di dalam kamar kos untuk memasak nasi. Jika dikalkulasikan uang yang dihabiskan untuk membeli beras satu kilogram setara dengan satu kali makan. Beras satu kilogram bisa dimasak menjadi nasi selama beberapa hari. 

Sedangkan, untuk lauk pauk bisa disiapkan sayuran, telur, dan makanan kering seperti abon, oreg tempe, kering kentang, atau dendeng sapi. Dengan memasak sendiri pengeluaran menjadi lebih hemat karena tidak tergoda dengan aneka makanan atau jajan yang disajikan di tempat makan. Selain itu, masakan yang dimasak sendiri lebih terjamin kehigienisannya, tapi perlu dipastikan terlebih dahulu kalau kamu adalah tipe orang higenis.

3. Mencari Sumber Penghasilan Tambahan


Ada kalanya uang bulanan yang diberikan oleh orang tua tidak mencukupi kebutuhan bulanan. Sehingga, anak kos harus memutar otak untuk mendapatkan tambahan uang bulanan tanpa harus pinjem uang ke orang lain. Namun, meminjam uang ke orang lain tidaklah mudah karena gengsi, tidak mempunyai teman dengan uang berlebih, atau tidak dipercaya oleh teman. 

Daripada bersusah-payah mencari pinjaman uang, lebih baik mencari tambahan uang bulanan dengan bekerja paruh waktu. Ada banyak pekerjaan paruh waktu yang ditawarkan untuk pelajar atau mahasiswa. Pekerjaan paruh waktu bisa dipilih berdasarkan kemampuan yang dimiliki seperti menjadi guru les, penyanyi di kafe, penerjemah, fotografer, reporter, blogger, penulis artikel, dan masih banyak lagi. 

Gaji yang didapatkan dari bekerja paruh waktu bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan bulanan yang belum terpenuhi. Selain itu, gaji tersebut bisa digunakan untuk menyenangkan diri sendiri seperti membeli baju, sepatu, kosmetik, atau berlibur. Selain menambah penghasilan tambahan, bekerja paruh waktu merupakan cara untuk membentuk etos kerja yang disiplin sebelum terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya.

Sebenarnya sumber penghasilan tambahan untuk anak kos itu tidak hanya bersumber dari pekerjaan paruh waktu, lho. Anak kos bisa menambah uang bulanan dengan merintis bisnis. Bisnis yang direkomendasikan untuk anak kos bisa berupa bisnis dropship atau menjadi dropshipper. 

Dropshipper merupakan orang yang berjualan barang dagangan atas nama usaha sendiri. Namun, barang dagangan tidak ada di tangan dropshipper, melainkan berada di gudang penyimpanan atau agen besar. Sehingga, tugas utama dari dropshipper adalah melakukan promosi secara efektif dan efisien untuk mendapatkan pembeli dan menyetorkan data pembeli ke agen atau distributor yang besar. 

Bisnis ini mudah dijalankan karena modal utama dari bisnis adalah ponsel sebagai alat untuk berpromosi di media sosial atau website jual beli. Namun, jika memiliki jiwa kreativitas yang tinggi, tidak ada salahnya merintis bisnis sendiri. Ada banyak ide bisnis dengan modal kecil untuk anak kos, seperti bisnis makanan ringan dan kerajinan. Atau bisa juga kalau istilahnya sih jadi content creator gitu. Wuii..

Ada lagi satu cara yang bisa dilakukan untuk mendapat penghasilan tambahan, yaitu dengan mengikuti kompetisi di bidang yang dikuasai. Setiap kompetisi pasti memiliki hadiah berupa uang untuk para juaranya. Yaiyalah. Apalagi jika kompetisi tersebut diadakan oleh lembaga yang besar. Bisa jadi uang hadiah jumlahnya berkali-kali lipat daripada uang bulanan. Oleh karena itu, pelajar atau mahasiswa harus memiliki setidaknya satu bidang yang paling dikuasai. Kemudian, kembangkan kemampuan di bidang tersebut serta jangan ragu untuk mengikuti kompetisi di bidang yang bersangkutan.

4. Ikut Organisasi



Organisasi merupakan perkumpulan yang membawa manfaat luar biasa bagi pelajar atau mahasiswa. Organisasi merupakan wadah untuk belajar hidup berkelompok, bersosialisasi, serta bermusyawarah. Namun, percaya atau tidak, bergabung di organisasi bisa menjadi satu cara untuk menghemat pengeluaran. Hal ini dikarenakan organisasi sering mengadakan rapat yang memakan waktu hingga berjam-jam. 

Tidak jarang di dalam rapat disajikan makanan untuk para peserta rapat. Selain berorganisasi, bergabung dalam kepanitiaan event tertentu bisa dijadikan cara untuk menghemat pengeluaran. Apalagi jika event yang diikuti memiliki sponsor yang besar. Tidak jarang panitia yang terlibat akan mendapatkan makan gratis, voucher , dan uang bayaran. Sehingga, jangan ragu untuk bergabung dengan organisasi atau kepanitiaan karena ada banyak pengalaman berharga yang didapatkan. 

Namun pastikan organisasi atau kepanitiaan yang diikuti membawa dampak positif serta sesuai dengan prinsip masing-masing. Jangan sampai salah pilih organisasi. Udah salah jurusan, salah organisasi pula. Pas skripsi salah judul. Dapat pembimbing salah dosen. Naksir cewek salah paham. Ditaksir cewek salah tingkah. Salah aja semuanya.

5. Punya Kekasih yang Suka Hemat Bahkan Lebih Suka Hemat Daripada Suka Kamu


Langkah terakhir adalah dengan memiliki kekasih yang suka sekali dengan kehematan. Kekasih tipe seperti ini bisa memberi pengaruh hemat kepada diri kita. Kalau biasanya jajan bakso urat 15.000 sekali makan, dengan sukacita kekasih tipe hemat akan mengganti pola makan bakso 15 ribuan tersebut dengan bakso ojek atau cilok 5 ribu saja.

Belum lagi kalau biasa makan mie instan di warung 5 ribuan, di tangan kekasih menu mie tersebut akan diubah menjadi mie kremes seribuan. Begitulah. Bukankah kekasih adalah belahan jiwa, belahan hati, sekaligus belahan ATM? 

Maka dari itu kawan-kawan cobalah terapkan langkah-langkah manajemen keuangan ala anak kos ini dengan tumakninah. Saya harap bisa menuntaskan kegetiran setiap anak kos terhadap pengelolaan uangnya. Aaaminn.


Image source: pexels.com

6 Desember 2017


Salah satu kemuakan saya selama dua puluh empat tahun adalah tinggal di kota yang sama melulu. Setiap hari terbangun dalam keadaan jenuh dan malas karena semua terlihat sama. Terlebih, semua itu hampir terasa nyaman dan aman-aman saja.

Beranjak dari titik itulah pada akhirnya saya memutuskan untuk pindah. Dari sekian banyak kota yang bisa saya tinggali, saya memilih Jakarta. Selain kota dengan kesempatan kerja yang banyak meski kompetitor pelamar kerja juga tak kalah banyak, di Jakarta setidaknya saya bisa semakin dekat dengan kekasih saya lengkap dengan keluarganya. Icikiwirr.

Dulu, saya memutuskan untuk berhenti kuliah sehingga saya tidak memiliki ijazah perguruan tinggi. Hal ini memicu keraguan di benak orangtua soal keputusan saya untuk pindah. Andai saja orangtua mengerti dunia kekinian, saya sudah pasti menenangkan keraguan mereka dengan anekdot jahil yang dilontarkan kekasih saya: “Ke Jakarta modal apa? Modal follower!”


Lha mau bagaimana lagi? Dewasa ini lowongan pekerjaan itu kualifikasinya harus memiliki follower sekian-sekian, Dude. Bahkan saya nemu info di Loker.id, ada kualifikasi pelamar yang harus dimiliki itu seperti ini: 

Pria/wanita, usia 18-30 tahun, menarik, kreatif, dan jaman now. 
Bayangkan! Syarat kerja kok JAMAN NOW itu apa anjir?! Udah nggak jelas parameternya apa, masih nggak sesuai EBI pula.

Awal-Awal Kedatangan

Hari pertama sampai Jakarta saya sudah langsung meet up dengan Tiwi, Yoga, dan Aziz. Tiwi adalah kekasih saya. Yoga adalah teman sekolah saya dulu. dan Aziz adalah temannya Tiwi yang baru hari itu juga saya kenal. Pertemuan dengan orang yang berbeda-beda latar belakang selalu menyenangkan bagi saya. Ada saja obrolan-obrolan baru yang seru, kocak, bahkan ora mutu blas yang terjadi di situ.

Esok harinya, saya bergegas mencari kosan. Eh, sebetulnya saya sudah jauh-jauh hari mencari kosan melalui aplikasi Mamikos, sih. Nah, sekalian saja saya bagi tips memilih kosan melalui gawai pintar, ya.

Pertama, akses web Mamikos atau instal aplikasinya di smartphone kita. Di situ kita bisa mencari kos sesuai dengan budget yang kita punya dan lokasi yang kita tuju.

Kedua, cek kos menarik yang kita temukan di Mamikos tadi melalui Google Maps. Biar apa? Ya barangkali ada review atau foto yang lebih menggambarkan situasi kos.

Ketiga, hubungi pengelola kos melalui aplikasi Mamikos tadi.

Keempat, datangi kosnya.

Semudah itu saya dapat kos di daerah Jakarta Pusat. Cukup sekali datang. Tidak perlu door to door. Hasilnya? Saya mendapat kos dengan fasilitas free wifi dan AC. Ruang kosnya sempit memang karena menggunakan konsep sleep box, tapi bagi saya ya cukup. Kasur dan bantalnya empuk dan bersih, lho. Semua fasilitas itu saya dapatkan dengan harga 300.000 per bulan!

Hemat biaya kos. Hemat biaya internet. Bahkan tidak perlu bayar lagi buat air dan listriknya. Yiihaaa~





Setelah saya dapat kos, tempat yang saya tuju berikutnya adalah Perpustakaan Nasional. Sebenarnya perpustakaannya tutup, sih. Tapi yang mau saya datangi di situ adalah acara Tempo Week khususnya sesi bincang blogger bersama Kalis Mardiasih.

Akhirnya, datanglah saya, Tiwi, dan Yoga ke Perpusnas dengan keadaan basah selepas hujan. Untunglah ada bakso di kantin yang bisa mengobati rasa dingin. Saya tertarik buat datang lagi ke Perpusnas karena tempatnya yang nyaman. Lagipula tidak terlalu jauh dari kos. Hmmm..

Hari-hari berikutnya..

Lega rasanya kalau sudah dapat kos. Hari pertama terbangun di kamar kos langsung saya destinasikan rumah Tiwi sebagai target kunjungan saya berikutnya. Ngapain ke rumah Tiwi? Apalagi kalau bukan buat numpang makan gratis. Hahaha. Nggak kok.

Silaturahmi sama mertua. Haseek.

Syukurlah Bapak dan Ibunya Tiwi menyambut dengan hangat. Meski masih agak canggung buat ngobrol banyak hal. Not suprised, sih. Lha wong sama orangtua sendiri saja saya juga canggung. Hahaha.

Sudah terhitung lumayan sering ke rumah Tiwi, sampai-sampai kalau saya tidak datang, orangtuanya Tiwi menanyakan kapan saya berkunjung lagi. Duh, rasa-rasanya kok mau menggantikan Fedi Nuril main film Menantu yang Dirindukan.

Terlepas dari jalan-jalan menyenangkan itu, ada satu yang cukup disayangkan, sih. Kebetulan saja perusahaan yang memanggil saya buat interview kerja ngasih kabar yang kurang enak. Katanya sih, ibu bos yang mau mewawancara tiba-tiba masuk rumah sakit.

Sampai hari ini belum ada kabar lagi kapan jadwal interview berikutnya. Ya, semoga saja beliau lekas sembuh.

Dari waktu ke waktu di tempat perpindahan, saya memantau beberapa hal. Salah satunya adalah ritual subuh. Di rumah saya dulu, Solo, yang namanya waktu subuh itu ya cukup adzan saja. Tapi di sini sebelum adzan subuh sudah ada babe-babe yang ngomong pakai mic masjid begini, “Bapak Ibu yang masih tidur ayo bangun. Banguuun..”

Saya jadi curiga, jangan-jangan kalau bulan puasa warning dari masjid bakal lebih spesifik lagi. Jadi misal babe-babenya bilang gini, “Sudah mau sahur. Ayo banguun. Angetin nasinya. Bikin teh dan siapin sayur. Jangan lupa cek WhatsApp. Banguun. Banguun..” Hadeeh.

Selain itu, ada satu lagi yang saya amati. Yaitu kecenderungan orang-orang yang nanya jalur kereta ke saya. Jadi kalau lagi di stasiun atau malah udah di dalam kereta begitu, ada aja orang yang nanya, “Bang, kereta itu lewat stasiun xxx apa enggak ya?”

Biar beliau tidak degdegan ya tentu saja saya jawab “YA” dengan mantap. Meski di relung hati yang paling dalam sebenarnya saya juga degdegan kalau salah naik kereta. Syukurlah sejauh ini belum pernah salah naik kereta. Baru salah masuk peron sekali. Dan salah jurusan kuliah sekali. Udah itu aja.

Kadang saya suka memuji diri sendiri untuk hal-hal sepele. Misalnya berhasil menemukan tempat makan murah meski dengan cara yang cukup vulgar. Ketika saya hendak makan di warteg, saya pantau dulu level keramahan penjual melalui gerak-geriknya. Jika dirasa beliau cukup ramah, maka saya berani saja pesen makan begini, “Bu, makan di sini.”

Ibunya ngambil nasi, lalu tanya, “Pakai apa?”

Ya kujawab saja, “Apa aja deh yang murah.”

Alhasil, nasi + tempe orek + 1 krupuk pun sudah cukup jadi bekal makan buat satu hari penuh. Lagipula di warteg, teh tawar gratis. Hemat.

Saya orang yang mungkin terlalu perhitungan walaupun tidak menguasai pelajaran matematika. Jadi gini, jika di bawah 12 jam dari waktu saya makan itu ternyata saya sudah lapar lagi. Saya mencoba meninabobokan perut dengan sugesti begini, “Tadi makan di warteg porsinya dua setengah kali makan normal di Solo. Secara statistik harusnya aku tidak lapar di waktu sekarang. Oke, jadi anggap saja lapar ini fatamorgana semata. Bye bye perut halu.”

Nah begitu wkwk.

Nanti kalau jatuh sakit gimana? Saya jarang jatuh sakit kalau puasa, tuh. Bahkan konon, manusia bisa hidup selama tiga minggu tanpa makan, loh. Tapi ada sayaratnya, yaitu tidak melihat makanan apapun selama tiga minggu itu tadi. Hahaha. Nggak akan saya praktekkan juga, sih.

Baiklah, sepertinya cukup ini saja yang mau saya ceritakan. Doakan semoga sehat dan lekas dapat kerjaan, ya. Terima kasih sudah mampir. Sampai jumpa di kegetiran berikutnya.



Image source: pexels.com