26 Oktober 2016

Mafia Survival Game (2016): Ketakutan Membunuhmu


Sejak saya memainkan game werewolf di Telegram, terbesit dalam pikiran saya bagaimana jika game ini kemudian diangkat menjadi sebuah film. Dan ternyata Sarik Andreasyan telah melakukannya. Sarik adalah director untuk film Mafiya: Igra na Vyzhivanie (Russian) atau lebih populer disebut Mafia Survival Game. Film yang rilis awal tahun 2016 ini hanya mendapat rate 4,9/10 di IMDB. Syukurlah ada yang bersedia menerjemahkan bahasa Rusia ini ke dalam bahasa Indonesia. Terima kasih kepada translator yang menamai dirinya “Fucxxxer”. Sungguh, penerjemahanmu se-hardcore namamu. Mantap jiwa!

Moskow tahun 2072 menjadi latar dalam film ini. Di tahun tersebut masyarakat Moskow merasa jemu dengan tayangan televisi yang terlalu dibuat-buat. Akhirnya, muncul sebuah tayangan reality show yang menyajikan kematian sesungguhnya. Istilah ‘reality show’ kembali pada pemaknaan kata (reality = kenyataan) yang sebenar-benarnya. Di mana acara itu berani menampilkan pertunjukan yang senyata-nyatanya, tanpa ada omong kosong skenario. Jadi, kalau mati ya mati beneran.

Pertunjukan yang disajikan adalah sebuah game yang mirip dengan permainan werewolf. Jadi ada 12 peserta yang di kumpulkan dalam sebuah ruangan. Dua di antara kedua belas peserta tersebut mendapat peran pembunuh yang disebut Mafia. Sepuluh sisanya adalah warga biasa. Pembagian peran memang sesimpel itu. Tidak ada peran aneh-aneh macam harlot, cupid, kultis, drunker dan lain-lain. Melihat film ini, untuk sesaat saya jadi teringat dengan film 12 Angry Man. Kurang lebih ya seperti itu. Sepanjang film isinya adu bacot. Hanya saja, film MSG lebih unggul secara visual.

Ada beberapa hal yang menurut saya menarik. Salah satunya yaitu kematian. Dalam game ini ada dua cara untuk mati, yaitu dibunuh Mafia atau mendapat vote terbanyak dari warga untuk dieksekusi. Peserta yang jadi korban untuk dibunuh/dieksekusi akan memasuki sebuah dunia Virtual Reality (VR). VR tersebut mewujudkan semesta dari hal-hal yang paling ditakuti oleh peserta. Seperti si Peter yang memiliki phobia terhadap air. Dalam dunia VR ia ditempatkan di tengah laut lengkap dengan hiu-hiu yang mengitari perahu bocornya. Melalui VR tersebut, ia mati di makan hiu. Dan di dunia nyata, ia benar-benar mati. 
 
Moga beliau sempat baca syahadat. (screenshoot)
Hal ini menarik, sebab acara televisi ‘Mafia’ tersebut telah memenuhi kepuasaan penonton, yaitu kenikmatan menyaksikan kematian. Jika mengutip dukun psikoanalisa, Sigmund Freud, kita mengenal yang namanya ‘scopophilia’. Scopophilia ini melibatkan orang lain sebagai objek, dan menjadikan mereka sebagai subjek untuk mengontrol pandangan. Di era 2072, masyarakat Moskow ingin melihat saat-saat orang menjemput ajalnya. Tapi karena mereka tidak bisa sembarangan membunuh orang di dunia nyata, salah satu pelariannya ya dari tontonan televisi. Sayangnya, banyak film atau tanyangan televisi yang menyajikan kematian itu dalam kepura-puraan skenario. Oleh sebab itulah acara televisi ‘Mafia’ ini hadir.

Cara mati dengan melibatkan VR pun tergolong unik dan asyik. Kapan lagi kita bisa melihat orang yang mati dalam ketakutannya sendiri. Ambil contoh saja, si Marie yang memiliki ketakutan terhadap petir. Dalam dunia VR ia berlarian di hutan, sendiri, malam hari, diguyur hujan dan dikejar petir. Ekspresi ketakutan, kebingungan, keputusasaan terlihat jelas dari wajahnya. Hal inilah yang memberi kepuasan bagi para penonton. Fantasi penonton atau ‘voyeuristic fantasy’ muncul dari ruang keingintahuan yang biasanya diawali dengan kata pengandaian seperti ‘what if’. Hal ini juga sering terjadi pada diri saya sendiri.

Saya memiliki ketakutan ‘kecil’ terhadap hamparan dunia luas, seperti gurun atau laut. Saat saya ngecamp di pantai Kesirat bersama teman-teman SMA, saya tak henti-hentinya menahan imajinasi yang justru membuat saya ketakutan sendiri. Pantai Kesirat itu berupa tebing-tebing curam. Kami bangun tenda di tebing. Saat malam tiba dan mau tak mau saya harus melihat luasnya lautan, muncul imaji saya bagaimana jika (what if) dari dalam lautan muncul makhluk asing bertubuh besar seperti ultramen. Bagaimana jika dari balik tebing muncul kepala seukuran gedung MPR. Bagaimana jika dari langit berjatuhan manusia-manusia raksasa bermata satu yang ingin mandi di laut itu. Saat orang-orang mungkin takut dengan penampakan kain putih yang melayang-layang, saya biasa saja. Saya takut dengan sesuatu yang lebih besar dari saya. 
Kurang lebih VR ini bisa mewakili ketakutan saya. Terjebak di gurun dengan monster njir. (screenshoot)
Selain hal di atas, ada lagi yang menurut saya menarik di film MSG. Yaitu tentang keabsolutan sistem. Permainan ‘Mafia’ diatur oleh pihak netral yang berperan sebagai Moderator. Moderator ini bisa menentukan apakah Mafia dibiarkan beraksi atau tidak. Ia juga bisa menentukan apakah vote dari warga dihitung atau tidak. Bisa dibilang kalau moderator ini adalah replika dari Tuhan. Nah, dari hal ini muncul dua tipe manusia, taat pada sistem dan penentang sistem.

Salah seorang yang mencoba untuk menentang sistem adalah Butcher. Ia dipilih oleh Mafia. Mau tidak mau ia harus masuk ke dunia VR. Dunia VR-nya menempatkan Butcher di sebuah gelanggang pertarungan dengan dua algojo bersenjata. Layaknya gladiator, Butcher memberi perlawanan serius terhadap dua algojo itu dengan benda-benda yang ada disekitarnya seperti pasir, batu dan botol minuman. Di sini Butcher mencoba melawan ketakutannya, ia menentang sistem. Memang benar ia berhasil mengalahkan kedua algojo itu. Sayangnya, saat ia berbangga diri, kakinya tersandung batu dan kepalanya jatuh tepat di ujung besi bangunan. Butcher mati.

Tokoh favorit saya adalah Constantine. Ia orang yang jenius. Di dunia nyata ia bekerja sebagai seorang konsultan untuk situasi-situasi krisis. Kemampuan yang sangat berguna dalam permainan ini. Sayangnya, ia memiliki parameter sendiri bagaimana memenangkan permainan ini. 

Cah kemaki Constantine. Irunge ra tertib! (screenshoot)
Di tengah permainan ia mengaku sudah tahu siapa yang berperan sebagai Mafia. Tapi, ia enggan segera mengeksekusi Mafia, sebab jika jumlah pemenang terlalu banyak maka uang hadiah juga akan terbagi terlalu banyak. Si kampret ini mendeklarasikan bahwa dirinya ingin menang sendiri.

Sayangnya, kesombongan itu justru membuat sebagian pemain lain KZL. Constantine mendapat tiga vote saat pemain tersisa delapan. Butuh satu lagi vote dan ia harus mati. Dalam situasi itu tinggal dua orang yang belum melakukan voting, Ivan dan Constantine sendiri. Ivan memilih mengikuti kata hatinya dengan memberi suara untuk Eli. E.. Lha bajinguk! Constantine malah mengambil vote untuk dirinya sendiri. Jan congkak e Constantine iki wuasu tenan og. Sepanjang sejarah permainan ‘Mafia’, ia menjadi orang pertama yang memvote diri sendiri.

Akhirnya, ia memasuki dunia VR ketakutannya, yaitu ‘mati tua’. Ia berlari mengitari tangga yang terpampang banyak cermin. Wajahnya mengeriput dengan cepat. Rambutnya memutih tanpa harus bleaching di salon Sasha. Ia mendekatkan wajahnya ke cermin, lalu terkekeh. Saat sekarat, ia membuat sebuah pengakuan. Ternyata Constantine telah memperdaya sistem. Saat sesi psychological evaluation (dilakukan dua minggu sebelum permainan dimulai), ia berhasil melewati pendeteksi kebohongan dengan memberi pernyataan palsu. Ia tidak takut mati tua. Tapi justru ia ingin mati tua. Begitulah, si jenius waskita ini berhasil mati seperti yang ia inginkan. Piye? Po ra nguanyelke tenan cah siji iki.

Eits! Tidak cukup sampai di situ kecerdikan Constantine. Ternyata ia sudah mengatur jalannya permainan agar hasil akhir dari game ini adil bagi semua peserta yang tersisa. Constantine berhasil membuat sistem jadi kelabakan. Bukan hanya memilih diri sendiri dan menipu pendeteksi kejujuran, si kampret ini benar-benar merusak hasil akhir. Mau tahu bagaimana kelanjutannya? Ketik REG spasi MILF kirim ke 0101 sekarang juga –by presenter kuis Lativi dini hari. Btw, kuis birahi dini hari ini juga harus dibuat filmnya ya. Lativi Reborn!

Sisanya silakan tonton sendiri saja ya, biar lebih mancep! Intinya film MSG ini mengajarkan kepada kita agar terus meningkatkan IPK dan rajin sembahyang. Jangan terlalu fokus menghindari ketakutan-ketakutan, tapi fokus lah pada apa yang ingin kita raih. Jika kita takut mati dalam lembah nista, maka kita akan mati dalam lembah nista. Namun jika kita bertekad mati mulia, maka syahid lah yang menyambut kita. Setiap manusia pasti mati. Kitalah yang menentukan mau suulqotimah atau khusnulqotimah.

Jika kita terjebak pada sistem yang membuat kita lamban, maka berontak sajalah. Jangan takut menjadi berbeda. Jangan membuat waktu menjadi sia-sia. Jangan menimbun penyesalan-penyesalan. Fokus pada keberhasilan, bukan kegagalan. Raih suksesmu sekarang juga! Yes we can! Yes! Yes! Yes! Selamat! Selamat datang di review motivasi. Agar hidup lebih bermakna dan berdikari. Sampai bertemu di lain waktu lagi. Cheers.

Header pict source: cinecitta.de

15 komentar:

  1. Sayangnya di werewolf gak ada option buat vote diri sendiri. Kalo ada kan enak, mason ga guna bisa bunuh diri.

    Dan gue penasaran sama filmnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau memang bisa begitu, nanti reiy bakal hack telegrammu trus vote namamu. Epiyee hahahaha.

      Hapus
  2. Role nya si constantine itu mirip tanner ya. provokasi orang biar bunuh dia. Yang suka main werewolf kayanya harus nonton lah ya.

    Btw, rating imdb nya gak terlalu tinggi ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang ngasih rating juga nggak banyak.

      Hapus
    2. memang ada celah yang mungkin bikin gak nyaman sama ceritanya. Ah tapi rate bukanlah segalanya kok. Hehe

      Hapus
  3. Nah, ini nih film yang cocok sama kehidupan WWF. Si Rey ini yang cocok jadi Constantine.

    BalasHapus
  4. Habis ngetik MILF, ngetik khusnulqotimah. Sungguh sebuah pencitraan.

    Dapet aja film yang relate sama game werewolf lu, Tong. Aku baca soal penonton butuh tontonan bunuh-bunuhan yang real, jadi ingat Hunger Games deh. Ini film ada scene cipokan takut kehilangan ala Katniss-Peeta juga nggak, Ham?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Scene asmara ada,justru memang puncak dari film ini tu sebenarnya perkara cinta. Hohohohohohoho Salam bijingek!

      Hapus
  5. Jangan!
    Jangan di jadikan film ya ampunnn :(((

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita tunggu saja muncul versi indonesianya. Yang bikin mas Nayato :))

      Hapus
  6. Min, jujur, saya selalu senang setiap kali blog ini ngereview film. Tapi kenapa ya filmnya selalu saja yang bukan tipe saya.

    Request dong Min, tolong review film Mary and Max (animasi), Once (musik), sama satu lagi Battle Royale (jepang).

    Thanks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setiap reviewer punya selera sendiri-sendiri :)) Saya hanya ingin menulis sejujur-jujurnya. E kok malah jadi ngomong gini. Wakakakaka. Btw, Once sudah, sob!

      Hapus
  7. Reviewnya keren banget bang, langsung dah cari filmnya. Soalnya beberapa waktu yang lalu lagi asik juga main warewolf di android. ngakak parah waktu baca caption foto yang "irunge ra tertib!" hahaha salam kenal. :D

    BalasHapus