Tampilkan postingan dengan label Buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Buku. Tampilkan semua postingan

10 Januari 2019


Dulu semasa SMP dan SMA, saya punya teman bernama Heri. Ia adalah siswa yang sehari-hari kenyang menelan ledekan-ledekan dari teman-teman sekolahnya. Heri sebetulnya siswa yang pintar, terutama untuk pelajaran kimia. Saya yang pernah satu kelas dengannya, sering mengintip pekerjaannya yang terpercaya itu.

Heri diledek tidak jauh dari penampilan fisiknya. Walau ia kurus dan dandanannya sangat rapi. Tapi orang-orang justru terfokus pada giginya yang besar dan tidak rapi. Awalnya, saya terlibat juga dalam merundung Heri. Baru menginjak kelas 2 SMA saya merasa lebih kasihan kepadanya karena perundungan terhadapnya semakin parah saja.

Salah satu hal yang saya cemaskan dari Heri adalah melewatkan masa remaja tanpa kisah asmara yang membara. Dan benar saja, sampai lulus SMA, Heri tidak terlihat memiliki hubungan asmara dengan siapapun. Bahkan sama sekali tidak ada tanda-tanda ke arah itu. Wong Heri itu kalau ngobrol sama perempuan, malamnya langsung kerokan gitu.

Maka dari itu saya penasaran, apakah Heri pernah menginginkan hubungan asmara? Alih-alih berasmara, bagaimana perasaannya melalui masa remaja dengan perundungan yang tak kenal kendor itu?

Di lingkaran sosial ini, Heri berperan sebagai liyan (the Other). Liyan adalah sebutan bagi perseorangan maupun kelompok yang secara terkonstruksi berbeda dari yang lain dan ia/mereka dalam masa pencarian eksistensi (pengakuan atas keberadaan). Sederhananya, liyan ini merupakan orang yang dipandang sebelah mata.

Seperti Simone de Beauvoir yang menyatakan bahwa kaum perempuan adalah liyan karena keberadaannya selalu menjadi objek laki-laki. Sigmund Freud pun punya pendapat jika anak perempuan adalah liyan. Sampai-sampai muncul istilah 'penis envy' dalam psikoseksual Freud yang oleh Jacques Lacan dimaknai sebagai hasrat ingin mengetahui seperti apa rasanya berada dalam suatu kelompok yang lain.

Heri mungkin ingin sekali-kali menjadi siswa populer yang keren dan digandrungi banyak perempuan. Ia juga mungkin saja ingin bisa nongkrong dengan teman-teman yang tidak mengejeknya sedikitpun. Atau bahkan, ia sesekali juga ingin berada di posisi sebagai seorang perundung yang membuat lelucon atas kekurangan orang lain.

Tapi urusan hati siapa yang tahu?

Apa yang dialami Heri dan apa yang saya banyak pertanyakan di atas ternyata terjawab dalam sebuah novel teenlit karya Mega Shofani. Novel bernuansa pink ini berjudul Kilovegram. Sinopsis versi sayanya begini:

Aruna adalah siswa baru di SMA Angkasa yang sering dirundung perihal bentuk tubuhnya yang besar. Walau begitu, ia mempunyai sahabat setia sejak kecil bernama Raka.

Raka terkenal dengan ketampanan dan kesupelan yang membuat Diana (anak pejabat yang merasa dirinya cantik) dimabuk asmara. Oleh sebab Aruna dan Raka terlihat sangat akrab, Diana yang merasa cemburu terus-terusan merundung Aruna, terutama soal ukuran tubuh.

Awalnya, Aruna merasa gembira lantaran Nada, saudarinya dari Tasikmalaya, pindah ke rumah Aruna dan bakal sekolah di tempat yang sama. Sayangnya, sejak kemunculan Nada, hubungan Aruna dan Raka menjadi renggang.

Nada merupakan perempuan pintar, ramah, sopan, berbakat di seni, berparas cantik, dan langsing. Hanya satu yang Aruna inginkan dari Nada, yaitu kembalinya perhatian Raka. Jadi mulai sekarang Aruna diet!

Body Shaming

Isu ini menjadi dominan di cerita Kilovegram selain lika-liku cintanya. Aruna yang terus diejek soal ukuran tubuh berhasil dibangun dengan baik oleh Mbak Mega Shofani. Mulai dari ejekan dengan nada bercanda seperti Raka atau memang ejekan yang sengaja dilontarkan untuk menjatuhkan mental Aruna seperti yang Diana lakukan.

Walau begitu, ada karakter-karakter yang tidak mengatakan hal-hal keji itu pada Aruna. Ada Nada dan Ibunya Aruna yang senantiasa memberi dukungan bagaimanapun bentuk Aruna. Hal ini yang bagi saya cukup seimbang. Bahkan saya tidak yakin teman saya, Heri, seberuntung Aruna itu.

Dalam mengatasi body shaming tersebut, Aruna digambarkan sebagai sosok yang kuat dan berani melawan. Bahkan saat diejek kakak kelas sekalipun, Aruna mampu membalasnya. Sementara teman saya, Heri, hanya terdiam lesu dalam pelukan malaikat.

Barangkali Mbak Mega ingin menyampaikan kepada para liyan di dunia nyata agar berani melawan, minimal tidak berkecil hati. Dalam kisah ini, ketegaran Aruna menghadapi perundungan tidak membosankan. Seperti keterlibatannya mengikuti ajang fashion show sebagai model untuk membuktikan kalau dia tak bisa dipandang sebelah mata lagi.

Apa yang dialami oleh Aruna barangkali merupakan pengalaman empiris Mbak Mega. Kami dulu bersekolah di tempat yang sama, saya kelas satu sementara Mbak Mega kelas tiga. Meski waktu itu belum kenal, tapi saya tahu Mbak Mega dikaruniai tubuh yang besar. Maklum, tahu orangnya tapi tidak tahu namanya. Untung ada Facebook.

Oh.. Raka. Oh.. Baka.
Karakter bernama Raka dalam kisah ini merupakan karakter yang paling kurang matang menurut saya. Sosoknya sebagai kakak kelas terlihat sangat tipis mengingat karakter lain yang jadi juniornya justru berpikir dan bersikap lebih dewasa. Memang sih laki-laki remaja di SMA saya dulu banyak yang kekanak-kanakan, termasuk saya. Tapi kekanakannya Raka terlalu kontras jika dibandingkan dengan popularitasnya yang menawan itu.

Kalau biasanya kita mengenal sebutan Drama Queen yang notabene adalah perempuan (tidak bermaksud seksis, tapi yang dimaksud queen itu memang perempuan, kan?). Di Kilovegram, justru Raka lah yang menjadi orang yang doyan ngedrama. Karakternya yang menyebalkan itu bikin saya kurang menerima keputusan Aruna yang mencintainya. 

Saya malah merasa Aruna lebih cocok berhubungan dengan Valen (kakak Diana). Sebab, Valen memiliki latar belakang yang lebih rapuh dari Raka. Kerapuhan itu bisa membaur dengan kerapuhan Aruna sehingga jika bersama, mereka bisa jadi pasangan yang saling menguatkan.

Keputusan Fatal

Selain karakter Raka yang kurang matang, salah satu yang menurut saya disayangkan adalah keputusan Mbak Mega untuk menggunakan lokasi di Jakarta.

Saya memang baru beberapa bulan di Jakarta. Jika mau membandingkan Jakarta dan Solo, ternyata ada banyak perbedaan yang saya temukan. Bahkan, dari hal sederhana seperti di Solo ada makanan namanya arem-arem. Sementara di Jakarta, setidaknya di wilayah saya tinggal, menyebutnya lontong isi. Meski wujudnya sama, tapi istilah yang digunakan berlainan. Maka ketika Raka mengejek Runa dengan sebutan arem-arem, bagi saya diksi itu terasa kurang pas.

Kurang jelinya Mbak Mega menangkap perbedaan itu yang beberapa kali membuat saya meragukan lokasi cerita yang berlatar di Jakarta. Seperti merokok di kantin. Di sekolah saya dulu memang merokok di kantin menjadi sesuatu yang mungkin terjadi. Tapi menurut pengakuan Tiwi yang merasakan bersekolah di Jakarta, merokok di kantin menjadi sesuatu yang muskil.

Sebetulnya masih ada beberapa poin yang kurang tepat sebagaimana contoh-contoh di atas. Tapi secara keseluruhan, Kilovegram tetap bisa dinikmati sampai selesai. Keputusan yang fatal tadi bukan membuat kita untuk tidak membaca atau membumi hanguskan buku Kilovegram. Jelas tidak. Koreksi yang saya sebutkan merupakan pengharapan saya agar Mbak Mega senantiasa membuat cerita-cerita yang lebih nikmat di kemudian hari.

Bukankah sefatal-fatalnya keputusan penulis adalah keputusan memboikot Gramedia tapi bukunya tetap di jual penuh di sana? Eh, itu siapa, ya? Wahaha.

Ringan Tapi Tidak Ringkih

Sebagai teenlit, Kilovegram tentu saja merupakan bacaan yang ringan bagi kawula muda. Meski kurang jelas cerita ini berlatar tahun berapa (ada sedikit kerancuan yang membuat saya kebingungan menaksir realitas masanya), tapi jika disajikan kepada remaja saat ini saya rasa masih cocok-cocok saja.

Saya suka dengan isu body shaming yang diangkat. Sudah males rasanya sama tokoh utama yang hampir sempurna, kehadiran Aruna dalam kisah ini memberi sudut pandang yang menarik. Pada akhirnya, rasa penasaran saya terhadap Heri seperti yang sudah saya sebut di awal, lumayan terjawab melalui karakter Aruna.

Menghadirkan liyan sebagai pusat cerita adalah hal menarik untuk diikuti. Setiap keputusan yang Aruna ambil, mulai dari urusan diet hingga asmara, menjadi momen sakral yang dinanti. Kilovegram membuka mata kita terhadap liyan yang semestinya kita rangkul, bukan malah dirundung.

Orang-orang yang barangkali merasa dirinya unggul, ubermensch, melihat liyan sebagai suatu kecacatan sosial. Kehadirannya dipinggirkan, dinomorduakan, bahkan tanpa rasa bersalah memperlakukan liyan dengan tidak wajar. Lewat kisah Aruna inilah kita menyadari bahwa Hitler dan Rahwana senantiasa tinggal di hati kita, kadang keluar dari mulut dengan perkataan yang keji. Hingga membuat hati seseorang terluka, bahkan hancur lebur.

Aruna adalah apa yang disebut Nietzsche sebagai amor fati ego fatum: "cinta terhadap takdir, karena aku adalah takdir." Aruna telah berdamai dengan keadaannya. Lambat laun, keadaan berdamai juga kepada Aruna.


Akhir kata, bacalah.


Image source: (1) Pixabay via Pexels.com (2) Dokumen Pribadi

21 Februari 2015



Membaca novel ini tidak ada bosan-bosannya. Setiap kalimat tersusun dengan indah dan anggun. Siapa itu Indah dan Anggun? Penemu warna-warni pelangi pada masa Dinasti Shang.

#hening #skip

Kala langit datang dengan mendungnya, saya mengunjungi salah satu toko buku ternama di kota Solo. Dengan cermat saya mencari novel-novel dalam negeri yang tidak bergumul dengan kisah-kisah roman. Akhirnya pilihan saya jatuh ke novel Gelombang yang merupakan bagian serial Supernova, tepatnya seri kelima. Sebenarnya sudah sedari dulu ingin membelinya, tapi masih muncul keraguan mendalam dikarenakan faktor harga yang kurang ramah. Akhirnya di liburan semester minggu terakhir saya mengeluarkan semua sisa uang tabungan.

Baiklah, dengan penuh kidmat saya mulai membaca novel Gelombang.

Lima hari waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikan 465 halaman dalam buku ini. Dimanapun saya berada, Gelombang selalu terbuka untuk dibaca. Saat makan di kantin sendiri, saat nge-cafe sendiri, saat ngampus sendiri, saat dateng kondangan sendiri, saat pacaran sendiri... Emm.. #Skip

Nah, kali ini saya akan memberikan sedikit ulasan tentang novel Gelombang yang sudah selesai saya baca. Berikut laporannya:

Pada awalnya kita akan diajak berkelana mengarungi Medan pada tahun 1990, tapatnya di Sianjur Mula-Mula. Berkisah tentang seorang anak laki-laki bernama Thomas Alfa Edison dari marga Sagala. Panggilannya Ichon. Akun twitternya @IchonTheLampMaster.. Krik krik #skip

Baca juga: Ekspresikan Perasaan Sayang Melalui Hal Ini

Yang membuat saya tertegun adalah cara Dee menuliskan cerita tentang budaya Sianjur Mula-Mula yang sangat rinci. Bahkan jika disandingkan dengan novel Things Fall Apart-nya Chinua Achebe (novel international best seller tentang pedalaman Afrika) tentu lebih bagus penceritaan Dee Lestari.

Di awal cerita ini kita sudah diajak untuk berfantasi tentang dewa-dewa, ritual dan hal-hal sakral nan mistis lainnya. Bisa dibilang kita seperti membaca Mitologi Batak, dan itu keren banget sumpah. Ditambah dengan dialog yang benar-benar hidup khas Batak membuat imajinasi kita semakin terlihat nyata.

Tentu saja cerita tentang kampung mistis itu tidak disuguhkan 400 halaman penuh. Alur cerita berikutnya si Ichon pindah ke Jakarta sejenak. Dengan modal keberanian, kecerdasan dan kelebihannya sebagai manusia ‘terpilih’, ia pun mengukir sendiri takdirnya dengan melancong jauh ke Benua lain.

Di negara asing itu kita akan diajak berpetualang ke alam mimpi. Inilah yang membuat saya makin jatuh cinta dengan Gelombang. Saya pribadi suka dengan misteri mimpi -semacam film Inception dan Detective Nightmare-. Dalam kasus ini, si Ichon menerapkan tidur Tetraphasic yang artinya dalam satu hari ia tidur 4 kali dengan durasi satu jam. Cukup disayangkan, menurut saya sih biar terlihat lebih insomnia si Ichon menerapkan tidur Hexaphasic saja. Dimana ia tidur 6 kali dengan durasi 20 menit, artinya total ia tidur 120 menit dalam satu hari.

Saking sukanya dengan hal-hal tentang mimpi, saya pun mencoba belajar melakukan Lucid (sadar saat bermimpi). Eh, ternyata disini si Ichon juga diajak untuk ber-lucid. Sampai halaman ini, saya semakin bergairah membaca Gelombang.

Eh, daritadi saya belum memberi tahu tentang konfliknya si Ichon ya? Jadi Ichon ini kalau tidur lebih dari satu jam bakal mengalami mimpi buruk. Saking buruknya ia bisa mati dalam mimpi itu. Mitos dari kampungnya bilang jika ia sedang dihantui atau dikutuk oleh Si Jaga Portibi. Tapi saat di luar negeri ternyata ada penjelasan ilmiahnya, yang mana hal itu meyakinkan ia bahwa dirinya bisa sembuh. Namun, saat ia mengikuti terapi untuk menyembuhkan penyakitnya itu, hidupnya malah semakin berantakan. Dan ia dihadapkan pada sebuah kenyataan yang teramat rumit dan mengejutkan.

Si Jaga Portibi dan Ichon
Ternyata ini semua bukan tentang mitos atau ilmiah. Dee membuat keduanya tampak kerdil. Kisah si Ichon melebihi mitos dan jauh berada diatas hal-hal ilmiah. Dee berhasil membuat dimensinya sendiri. Penyelesaian masalah yang tidak bisa ditebak membuat siapapun ragu untuk membuat review-nya.

Review berantakan ini adalah salah satunya. Saya bingung bagaimana meyakinkan calon pembaca untuk memuaskan saraf fantasinya dalam menikmati novel ini. Terutama dengan tidak membocorkan hal-hal penting. Sayangnya, setiap alenia adalah hal-hal penting yang harus kamu baca tanpa ekspektasi. Jadi saran saya, setelah kamu baca postingan saya ini dan bermaksud untuk membaca Gelombang alangkah baiknya jika kamu berusaha untuk amnesia dulu. Hipnotis kek, cuci otak kek, ruqiah kek atau nonton Saipul Jamil goyang dumang apapunlaah hal-hal yang bisa membuatmu lupa dengan apa yang kamu baca beberapa detik yang lalu. Oke?

Biasanya saya kalau membuat review suka memberi visualisasi tokoh-tokoh dengan mencomot beberapa figur lewat google yang kira-kira cocok memerankan si tokoh tersebut. Sayangnya saya benar-benar blank kalau harus mencari sosok orang Batak yang tampan dan jenius. Saya tidak menemukan aktor Indonesia yang cocok untuk memerankan Ichon (Alfa Sagala).

Tapi ada satu figur yang langsung nyantol di otak saat muncul tokoh Dr. Nicky, ini dia orangnya (hahahaha). Berikut saya sertakan pula tokoh-tokoh lain dalam visualisasi maya saya:
Carloz Martinez


Dr. Nicky


Troy Benton

Ishtar
 
Si Jaga Portibi
Hup, sekian dulu review dari saya semoga memberi manfaat untuk kamu kamu dan kamu. Terimakasih sudah mampir bertamu dan membaca, mohon maaf jika ada suguhan yang tidak mengenakkan. Sampai jumpa dan semoga sehat selalu.

17 November 2014


Sebuah novel yang sangat menggemaskan telah lahir dari rahim seorang perempuan berbakat, Disa Tannos. Sebagai novel pertamanya ini, Disa seperti balerina yang menari diatas kertas kosong dengan memeragakan sebuah cerita yang sangat ajaib. Sungguh indah. Mulai dari alur cerita sampai diksi, semua terkemas dengan anggun.
Overture sendiri adalah musik orkestra yang dimainkan pada awal opera atau oratorio.
“Sebuah lagu kala mendung”
Ketika itu gue baca novel in di suatu malam pasca hujan. Karna tetangga sebelah dangdutan kuenceng banget, gue ambil earphone, colokin di kuping, play J.S Bach. Sayatan biola dan kenangan memberi efek luar biasa dalam imajinasi gue. Semakin bertambah menit, lembar-lembar demi lebar gue buka. Disa Tannos meracik kata-katanya seperti ganja, gue kecanduan.
“Pakailah baju hitam, sayang. Di hatiku kau sedang dimakamkan.”
Kisah ini dibuka dengan sebuah kesedihan. Dijalani dengan kesedihan. Dan diakhiri dengan kesedihan. Novel ini seperti mengungkap kebenaran bahwa bahagia hanyalah dongeng. Bahagia tak pernah ada bagi mereka. Raka, Rena, Kei dan Adam. Persahabatan, pasutri, dan friendzone.
Ceritanya ini Rena dalam imajinasi gue
Rena, seorang ibu beranak satu. Pergi meninggalkan suami dan anaknya demi mencari kebahagiaan bagi dirinya. Bahagia yang tak ia temui di rumah tangganya. Kepergiannya mencari kebahagiaan, meninggalkan dua manusia yang terpaksa menelan luka dalam detik-detik rindu mereka.
Cocok nih jadi bapak-bapak galau -Raka-
Raka, seorang pria gigih yang memburu cinta Rena selama lima tahun. Ia pun mendapati perjuangannya dengan menikahi Rena. Namun sayang, kebahagiaan yang ia cari bersama Rena harus kandas saat Rena memilih mencari kebahagiaannya sendiri di luar sana, entah dimana. Sementara itu, ia harus mengurus putra satu-satunya, Regi, yang masih sangat kecil bahkan terlalu lupa untuk mengingat siapa ibunya. Raka mebutuhkan sosok perempuan dalam rumah tangganya.
-Kei- Maudy Ayunda, kemudaan kali ya hahaha
Kei, seorang gadis yang jatuh dalam duka sejak Ayahnya pergi meninggalkan rumah 15 tahun yang lalu. Dari waktu ke waktu, penantiannya tak pernah berhenti. Harapannya belum padam, semakin ia berharap semakin sakit yang ia rasakan. Hingga pertemuannya dengan Raka, pria yang memiliki rasa sedih yang sama, rindu yang sama, dan penantian yang sama.
-Adam- Ini orang emang jago meranin friendzone.
Adam, teman dari Raka, sahabat dari Rena dan jatuh cinta dengan Kei. Dua tahun waktu yang dibutuhkan Adam untuk mengejar cinta dari Kei. Sampai ia menelam pil pahit saat Kei memutuskan mencintai pria lain. Pria yang justru ia kenalkan dengan Kei. Pria yang sangat membutuhkan sosok perempuan dalam keluarganya.
-Regi-
Regi, adalah anak dari Rena dan Raka. Ia tak mendapatkan kenyamanan dari keduanya, hingga hatinya jatuh pada Tante Kei, gurunya dirumah.


“Seperti yang telah kita berdua pahami, memenuhi janji jauh lebih rumit daripada mengatakannya. Dan janji yang tak terpenuhi tentunya menyakitkan. Barangkali, sudah saatnya semua orang belajar berhenti berjanji dan meminta janji.”
Cinta seperti estetika, dalam pengertiannya orang-orang memahami bahwa cinta dan estetika selalu berbicara tentang keindahan. Tidak menurut Disa Tannos, 191 halaman ia curahkan untuk merontokkan keyakinan orang-orang tentang cinta dan sejuta keindahannya. Jatuh cinta tak selalu pada orang yang tepat. Jatuh cinta pada orang yang tepat tak selalu mendapat balasan cinta yang sama. Jatuh cinta dan patah hati hanyalah seonggok perasaan yang tak berkemanusiaan, keduanya membuat pria garang menjadi lemah.
Sayangnya cinta tak memiliki wujud. Jika ada, mungkin Raka, Kei, Adam dan Rena akan memilih untuk mengoprasi miliknya masing-masing. Meletakkannya di tempat yang tepat. Tidak seperti saat ini, saat cinta tak memiliki hak untuk memiliki. Saat cinta seperti bongkahan es di kelopak mata, siap untuk mengalir.

Berat rasanya mencintai perempuan lain saat jari ini masih menyimpan satu janji suci tentang pernikahan. Berat rasanya mencintai pria yang sedang menunggu kepulangan istrinya. Berat rasanya mencintai perempuan yang memilih meletakkan hatinya dengan pria lain, temannya sendiri. Berat rasanya pulang ke rumah saat pria yang ia tinggalkan mulai move on.

Overture, senandung yang sangat merdu dalam sebuah lembaran novel. Gesekan biola dan dentingan gitar berpacu dalam kata-kata penuh sayatan. Entah untuk apa senandung ini tercipta, Overture bukan dongeng tentang putri salju dan cinderella. Overture tidak mengenal bahagia, tidak saat halaman pertama ini terbuka. Anehnya, satu lembar sebelum novel ini berakhir, kita masih tak mampu menebak bagaimana ending ceritanya. 
Disa Tannos, membuat sebuah novel seperti hamparan langit hitam, kemudian secara perlahan ia meletakkan sinar-sinar kecil dalam ceritanya. Hingga sampai akhir kita dipaksa menebak rasi bintang apa yang hendak Disa buat. Bahkan saat menutup novel beserta kisahnya, rasanya ingin agar Disa tak pernah berhenti meletakkan sinar-sinar itu. Ditunggu karya selanjutnya.
Disa bisa dicolek di @jemarimenari

15 September 2014


Halloha.. Gais, malam ini gue mau menuhin label “Review”, dan akhirnya gue pilih buku Creative Writing sebagai objek pembedahan review kali ini. Buku ini informatif dan menginspirasi banget buat gue. Mau tau kayak apa isinya? Yuk ambil air wudhu terus pantengin blog gue. Hahahha.
 
Buku Creative Writing merupakan karya dari seorang sastrawan bernama A.S. Laksana. Ada yang belum kenal? Baiklah. A.S. Laksana adalah seorang penulis handal yang sudah aktif sejak tahun 90-an. Terbukti dari dua cerpennya, Seorang Ibu yang Menunggu (1996) dan Menggambar Ayah (1998) dengan elegan terpilih sebagai kumpulan cerpen terbaik Kompas. Tak hanya itu, di tahun 2004 salah satu karyanya mendapat penghargaan dari Majalah Tempo sebagai buku sastra terbaik. Mahakarya itu berjudul Bidadari yang Mengembara, sebuah buku yang memuat cerpen-cerpen segar dari A.S. Laksana. Sampai-sampai salah satunya cerpennya, “Burung di Langit dan Sekaleng Lem” mendapat tempat di Festival Sastra Winternachten, Den Haag, Belanda. Di puncak kesuksesannya sebagai penulis senior, ia pun mendirikan Sekolah Menulis Jakarta School pada tahun 2004. Hingga gue beli bukunya, kini ia menulis kolom tetap “Ruang Putih” untuk edisi hari Minggu di harian Jawa Pos. Wuih... Keren-keren kan prestasinya?

Nah jadi gimana setelah tau siapa penulis buku Creative Writing? Minat? Yuk lanjut.

Buku CREATIVE WRITING berisi resep-resep jitu dalam membuat tulisan, terutama untuk cerpen dan novel. Penyampaian materi dalam buku ini terbilang friendly banget, hal ini disebabkan pembawaan bahasa yang ringan, sederhana dan super duper jelas.

Awal membaca biografi penulisnya sih gue pikir isi buku Creative Writing bakal kaku dan ngebosenin (karna melihat ia penulis angkatan 90-an... Ops! Peace Om hehehe). Apalagi desain cover bukunya yang simpel dan kelam itu. Tapi ternyata gue salah. Buku ini justru anak muda kekinian banget. Lengkap dengan ilustrasi yang menarik di sela-sela tulisannya.

 “Buku CREATIVE WRITING adalah peta bagi para penulis pemula, harus dibaca”
 Jujur saja sebelum gue kenal dengan A.S. Laksana dan membaca bukunya ini, gue sudah gemar bikin cerpen-cerpenan. Tentu saja bukan sebuah mahakarya yang membahana alam semesta. Gak jarang niatnya gue bikin cerpen malah jadi lembaran curhat yang menggelikan. Satu hal yang bikin gue tersesat pas bikin cerpen, GUE GAK PUNYA PETA.
 
Peta adalah komponen terpenting saat kita ingin menginjakkan kaki di tempat yang baru. Sama seperti menulis. Kita butuh peta, butuh arahan, butuh rambu-rambu agar tulisan kita enak dibaca. Dan disaat gue hilang kendali, gue bersyukur bertemu dengan buku Creative Writing.
 
                                                                   Buku ini RAPI
 
Yups, buku setebal 200-an halaman ini disusun dengan sangat rapi. Rapi Ahmad.
 
Semua penulis pemula pasti pernah ngerasain susah memulai tulisan. Ada yang bilang gak ada ide, gak mood, bingung mau mengawalinya gimana, macem-macem dah alesannya. Nah, secara maskulin, buku ini dibuka dengan 6 bab yang dapat membangkitkan semangat sekaligus mengajarkan kita tips memulai sebuah tulisan. Keenam bab itu diantaranya ;
 
Rahasia Kreativitas: Mendekatkan Tangan dengan Otak
Anda Hanya Perlu Action. Itu Saja!
Menulis Buruk
Menulis Cepat
Strategi Tiga Kata
Jangan Menulis Sekaligus Mengedit

 
Antara satu bab dengan bab yang lain selalu berkesinambungan, inilah yang membuat tulisan A.S. Laksana terasa harmoni. Gimana ada yang tertarik?
 
                                               Terbongkarnya Rahasia Penulis Hebat
 
Pernah nggak ngerasa tulisannya Pram itu enak dibaca? Atau ngerasa ketagihan dengan susunan cerita bikinan Ahmad Tohari? Coba bandingkan dengan tulisan kita. Hmmmmm.
 
Gue sih pernah ngerasa minder saat baca tulisan gue sendiri yang morak-marik. Gue sempet yakin kalau kemampuan nulis gue payah banget, lalu berniat buat berhenti karna ngerasa gue nggak BERBAKAT. Kendati keinginan gue buat bikin sebuah mahakarya dalam bentuk tulisan terus menghantui setiap hari, akhirnya gue mutusin buat lebih serius belajar nulis. Sampai gue yakin, menulis bukan selalu tentang bakat tapi usaha.
 
Belajar menulis dengan membaca buku Creative Writing cukup efektif. Disitu nanti secara detail dan mudah dicerna, kita akan disuguhkan oleh trik-trik menulis. Beberapa triknya terangkum dalam bab-bab seperti;

Show, Don’t Tell
Mengonkretkan Konsep-Konsep Abstrak
Deskiripsi dengan Lima Indra
Cerita dan Karakter
Mengakrabi Karakter
Menyeberangi ARUS dengan Plot
Dialog
Sudut Penceritraan (Point of View)
Sudut Penceritaan (POV) Lebih dari Satu
Adegan
Konstruksi
Paragraf Pembuka
Mengatur Gerak Cerita
Sampaikan Sekali Saja, dengan Tepat
Menghidupkan Bahasa dengan Metafora

 
Dari bab-bab itu gue banyak mendapat pemahaman baru. Mulai dari membuat tulisan yang bisa bikin pembaca bener-bener ngerasaan latar cerita, cara membuat karakter utama yang langsung jleb dihati pembaca, sampai cara membuang kalimat-kalimat tak perlu dalam sebuah paragraf. Komplit daaah.
”bisa jadi penulis itu pesulap, dibalik aksinya selalu ada trik dan latihan”
 
                                                  Bocoran Bab Pamungkas Versi Gue
 
Tuh diatas sudah gue kasih lihat berbagai bab yang ada dalam buku Creative Writing. Dan gue paling suka dengan bab Strategi Tiga Kata.
 
Mungkin teman-teman yang pernah ikut pelatihan menulis pastinya udah tau dengan trik yang satu ini. Jadi Strategi Tiga Kata adalah sebuah trik untuk membuat kalimat-kalimat yang nggak klise. Pernah semasa gue sekolah dulu buku-buku cerita di perpustakaan banyak yang memulai ceritanya dengan ungkapan “Matahari”. Semisal, “Matahari pagi menghangatkan tubuhku..”, “Sang surya terik menembus jendela kamarku”, atau “Langkahku peluh dibawah sengatan matahari..” dan lain sebagainya.
 
Nah, agar kita keluar dari kalimat-kalimat klise itu maka kita pakai sebuah alat bantu bernama Strategi Tiga Kata. Contoh nih ye (gue lagi gak ada ide bikin cerita apapun lho), gue bikin satu paragraf yang menunjukan aktivitas pagi hari. Terus gue harus pakai alat bantu berupa tiga kata secara acak, misal gelas-knalpot-tsunami. Paham? Oke gue langsung tulis sekarang secara SPONTAN !
 
                       Rasa kantuk dan benci bersatu padu membuat ekspresi tak bergairah terlihat jelas dari wajahku. Diatas meja makan tanganku memainkan garpu dengan malas. Mataku redup menatap gumpalan mie yang tampak tak sedap. Aku selalu benci jika harus sarapan dengan mie gelas. Karna beberapa jam setelahnya pasti perutku jadi panas seperti knalpot motor omprengan sehabis dipakai touring. Belum lagi kalau siangnya telat makan. Sudah pasti aku harus ke toilet buat memuntahkan kembali mie yang tidak berhasil dicerna lambungku. Sampai-sampai teman-teman di sekolah memanggilku “Si Tsunami Asam Lambung”.
 
Huahahahahhahaa... Gue nulis apaan tuh? Setidaknya gue mencoba menjawab tantangan gue sendiri. Hahahaha.
 
Lihat gais, gue yakin gak ada yang ngira kalau kata Tsunami bakal dijadiin sebuah bahan ejekan. Gue sendiri aja juga gak ngira. Itulah otak kita. Mahadasyat. Jadi jangan disia-siain. Yuk nulis!
 
“Segala sesuatu adalah soal pikiran” – Tony Buzan
 
                                                                Akhir Sebuah Rahasia
 
Oke gais, diatas gue udah ngasih tau bab-bab dalam buku Creative Writing yang menyimpan banyak rahasia untuk membuat tulisan yang bagus. Nah sekarang di akhir buku, kita akan disuguhkan oleh tiga bab motivasi yaitu;
 
Disiplin itu Menyenangkan
Bacalah!
Buka Kamus

 
Yang perihal bab Bacalah! itu bagus juga lho. Banyak menulis cuma bisa dilakukan buat orang-orang yang banyak membaca. Menulis-membaca itu semacam Ying-Yang. Keduanya adalah satu kesatuan, lambang harmonisasi.
“Pembaca yang baik memiliki kekayaan imajinasi, ingatan, kosakata dan sejumlah kepekaan artistik” – Vladimir Nabakov (1899-1977)

18 Februari 2014



Disini siapa sih yang ingin membuat sebuah karya tulis berupa cerita fiksi gitu? Saya rasa banyak! Setiap orang dalam membuat karya fiksi pasti memiliki metodenya masing-masing. Tapi untuk memudahkan dalam menulis, perlu adanya metode. Terkait ini, berikut adalah yang ingin saya share kepada kawan-kawan semua, yuk simak.
"Cerita" adalah alasan kenapa tulisan kita dibaca. Cerita adalah akar dari tulisan yang kita buat. Untuk membuat cerita yang menarik kita harus menggunakan 5 kunci dasar. Tidak harus juga sih, hanya saja kelima kunci ini telah banyak menelurkan karya-karya fiksi yang luar biasa bagus. Kelima kunci tersebut adalah :

Karakter Utama

Untuk membuat karakter/tokoh utama jangan sembarangan. Kamu harus memperhatikan beberapa hal penting, diantaranya :
Memiliki ciri khas. Ciri khas dapat berupa fisik, sifat atau kebiasaan. Yang jelas buatlah tokoh yang mudah diingat pembaca karna ada sesuatu yang khas/unik dari dirinya. Coba sebutkan apa yang kamu ingat jika saya mengatakan Peter Parker? Ada yang kamu pikirkan dari sosok itu? Nah, sekarang giliran kamu membuat tokoh yang mudah diingat pembaca.
Dipercaya pembaca. Buatlah tokoh utama yang dapat dibayangkan oleh pembaca. Cara paling sederhana adalah dengan memperhatikan temanmu di dunia nyata. Deskripsikan bentuk tubuh, watak, gaya bicara temanmu dalam sebuah tulisan. Lalu olah lah menjadi tokoh utamamu dengan membumbuinya ciri khas. Seliar apapun imajinasimu cobalah untuk realistis agar pembaca percaya jika tokoh yang kamu buat benar-benar “nyata”.

Jika kamu sedang menulis fiksi untuk naskah novel maka sempatkanlah beberapa paragraf untuk menceritakan latar belakang dan masa lalunya. Hal ini akan menjawab pertanyaan para pembaca “siapa sih dia?”.
Tujuan

Saya yakin kamu tidak sedang membuat cerita sinetron yang berbelit-belit. 'Tujuan' yang dimaksud disini adalah alasan kenapa tokoh utama berjuang. Tentukan tujuan tokoh utama dengan kompleks, jangan terlalu global. Misalnya “tim Avenger ingin menyelamatkan dunia” tujuan ini terlalu global. Coba buat lebih detail lagi dengan pertanyaan “bagaimana cara mereka menyelamatkan dunia?” kita akan jawab dengan “tim Avenger harus mengalahkan Loki dan menutup portal”. Ketika tujuan itu spesifik kita juga akan lebih fokus dalam menulis, itulah mengapa tulisan kita menjadi menarik.

Risiko

Masih ingatkah dengan kata-kata dari Paman Ben ini : “seiring kekuatan yang besar, muncullah tanggungjawab yang besar”. Sama. Seiring tujuan yang besar muncullah risiko yang besar. Pembaca akan berhenti membaca ceritamu jika dalam tujuan tokoh utama tidak memiliki risiko yang besar. Risiko dan tujuan ini hendaklah kamu tulis sedini mungkin untuk menanamkan pada pembaca “wah, tujuannya tercapai gak ya”.

Rintangan

Jika dalam benak pembaca sudah tertanam pikiran “wah, tujuannya tercapai gak ya” maka selanjutnya kita tinggal memainkan emosi mereka. Ceritamu akan membuat pembaca tertidur pulas jika kamu tidak membuat rintangan. 
Dulu sewaktu pelajaran bahasa Indonesia di SMA saya masih ingat tentang unsur “konflik” dalam cerita. Nah konflik itu adalah benturan dari tujuan dan rintangan. Jadi dalam menggapai tujuan, tokoh utama harus melewati rintangan demi rintangan. Ingat, jangan membuat satu rintangan saja, bahkan cerpen sekalipun. Minimal dua. Buat apa? Tentu saja memainkan emosi para pembaca.

Dalam membuat rintangan kamu juga tidak diperbolehkan terlalu manis. Jadilah ibu tiri yang kejam. Siksalah tokoh utamamu. Jangan biarkan dia meraih tujuannya dengan mudah. Kenapa demikian? Karna saya yakin dengan begini kamu sedang membuat cerita yang menarik.
Resolusi
Oke, step terakhir. Disinilah kamu akan menentukan happy ending atau sad ending. Dan jika kamu ingin membuat ending luar biasa maka buatlah kedua-keduanya sekaligus. Bagaimana caranya? Sederhana sekali. Saya ambil contoh dari novel lawas Analogi Cinta Sendiri (Dara Prayoga). Ending ceritanya adalah si Oka (tokoh utama) gagal mendapatkan gadis yang selama ini ia perjuangkan dan cintai diam-diam. Sad ending bukan? Nah, dalam satu bab yang sama ia secara tak sengaja dipertemukan dengan teman wanitanya semasa SD dulu. Dalam pertemuan dengan obrolan singkat itu ia kembali merasakan sesuatu yang disebut “jatuh cinta”. Bisa dibilang ini happy ending karna kisah sedihnya berakhir melalui pertemuan itu. Dalam kasus ini juga sering disebut open ending, yaitu di mana pembaca dipersilahkan mengembangkan sendiri kelanjutan kisahnya bagaimana.

Dengan kelima elemen yang saya paparkan ini semoga memberi manfaat untuk semua. Sekarang yang harus kita lakukan adalah menulis. Yuk nulis sama-sama!
Tips-tips ini diilhami dari buku Creative Writing (AS. Laksana) dan Langkah Awal Menjadi Penulis Fiksi (Gari Rakai Sambu), semoga bermanfaat. Terimakasih sudah menyimak.

10 Februari 2014


Naga adalah sebutan umum untuk makhluk mitologi yang berwujud reptil berukuran raksasa. Makhluk ini muncul dalam berbagai kebudayaan. Pada umumnya berwujud seekor ular besar, namun ada pula yang menggambarkannya sebagai kadal bersayap yang memilik beberapa kepala dan dapat menghembuskan nafas api (wikipedia). Namun dibanyak negara masing-masing memiliki berbagai macam jenis naga. Kalau kalian nemu cerita yang berbeda ya mohon maklum lah ya, namanya juga legenda, banyak versinya. Berikut adalah 10 Naga yang bisa saya kumpulkan:
1. Huang Long (Mitologi Cina)

Menurut mitologi Cina, aktivitas Huang Long ketika terjaga, tidur dan bernapas menentukan siang dan malam, serta musim dan cuaca. Huang Long diyakini sebagai reinkarnasi abadi dari Kaisar Huang Di. Dalam legenda kemunculannya, Huang Long bertarung dengan monster bernama Kung Kung. Akibat ulah dari Kung Kung ini Huang Long harus menutup lubang langit.

2. Hydra (Mitologi Yunani)


Hydra digambarkan sebagai naga yang memiliki sembilan kepala. Konon jika salah satu kepalanya dipenggal, maka akan tumbuh kepala yang baru. Naga ini juga memiliki darah dan napas yang beracun. Yang sanggup membunuh naga ini adalah Hercules dengan bantuan keponakannya, Iolaos. Peran Iolaos sangatlah penting, karna ia yang menemukan cara untuk membuat Hydra tidak dapat abadi.

3. Jormungandr (Mitologi Nordik)


Jormungandr diyakini sebagai anak dari Dewa Loki dan raksasa Angrboda. Musuh terbesar naga ini adalah Dewa Thor. Thor pernah mencoba membunuh Jormungandr yang tinggal di lautan Midgard, tapi usaha itu digagalkan oleh Hymir.

4. Dragon (Mitologi Eropa)

Legenda tentang naga tentu sangat bervariasi. Ini adalah salah satu penggambaran naga secara umum yang biasanya kita temukan dalam film-film kolosal wilayah Eropa. Diyakini naga ini berbetuk seperti kadal raksasa yang memiliki sayap dan mampu menyemburkan api dari mulutnya. Selain itu naga Eropa dianggap sebagai monster jahat, berbeda dengan naga di Cina yang sangat diagung-agungkan. Konon naga ini merupakan binatang para penyihir gelap. Sehingga banyak para kesatria yang berjuang membunuhnya agar mendapat gelar pahlawan dan mendapat kehidupan yang layak di kerajaan.

5. Kolkhis (Mitologi Yunani)


Naga ini memiliki tiga cabang lidah. Tugasnya adalah menjaga bulu Domba Emas. Dalam melaskanakan tugasnya ini Kolkhis tidak pernah tidur sama sekali. Kalau dalam kisahnya Percy Jackson memang sih yang jaga bulu Domba Emas bukannya Kolkhis tapi Cyclop.

6. Quetzalcoatl (Mitologi Aztek/Amerika Tengah)


Quetzalcoatl (bacanya gimana sih ini -_-) diyakini sebagai Dewa Pencipta dan langit Aztek. Konon, naga ini memiliki hubungan dengan Venus. Saat ini, Quetzalcoatl (susah ngetiknya, jadi dicopas -_-) dianggap sebagai pemimpin para dewa Aztek.

7. Tiamat (Mitologi Babilonia dan Sumeria)


Tiamat digambarkan sebagai seekor naga yang memiliki lima buah kepala. Masing-masing kepala mampu menyemburkan elemen kehidupan yang berbeda-beda yaitu api, air, udara, tanah dan petir. Tiamat ini diyakini melahirkan para dewa generasi pertama. Namun ia dibunuh oleh salah satu putranya sendiri yaitu Marduk (Dewa Badai). Tubuh Tiamat yang terbelah dari pertarungan itu menjadi langit dan bumi saat ini.

8. Yamata no Orochi (Mitologi Jepang)


Naga Jepang ini memiliki 8 kepala dan 8 ekor. Bagi kalian yang suka lihat anime Naruto pasti pernah menyaksikan penggambaran naga ini. Namun dalam legendanya kekuatan yang dipunyai oleh Yamata no Orochi adalah memanggil ruh-ruh jahat dari dunia lain. Kehadirannya adalah simbol dari kejahatan, iblis dan dunia bawah. Dalam 5 kali pertarungan dengan para dewa legenda lain, Yamata no Orochi hanya pernah sekali kalah dari Kyuubi.

9. Zmey (Mitologi Slavia)


Zmey memiliki 3 buah kepala dan memiliki kemampuan menyemburkan api. Cara untuk mengalahkannya adalah memberinya sapi yang sudah dilumuri belerang. Tubuh bagian dalamnya yang mudah terbakar akan membakar belerang tersebut. Akibatnya, tubuhnya akan meledak.

10. Indo Nagasiar (Mitologi Indonesia)

Menurut legenda naga ini tidak memiliki wujud yang keren seperti naga lain. Tubuhnya merah membara seperti bara api namun secara mengejutkan naga ini mampu ditunggangi oleh pemiliknya. Ukuran naga ini pun tidak setabil, kadang sebesar kuda, kadang sebesar tirex. Konon, ketika naga lain mampu menyemburkan api tapi nagasiar mampu menyemburkan asap, sungguh kuat sekali.


Sumber gambar : Google image