Jas Hujan itu tercetus ketika saya selesai menonton film Cina berjudul Cook Up a Storm (2017). Sebetulnya film ini sederhana sekali, tapi membuat lapar.
Bercerita tentang koki lokal bernama Gao Tian Ci a.k.a Sky Ko (Nicholas Tse) yang jago membuat makanan tradisional Cina. Ia menjadi koki di sebuah kedai makan bernama Seven yang terletak di sudut kumuh dalam kawasan kota metropolis Spring Avenue.
Suatu ketika, di depan kedainya dibangunlah restoran kelas internasional yang mendatangkan koki terbaik Eropa, Paul Ahn (Jung Yong Hwa). Tentu saja Jung Yong Hwa ini tidak ada hubungan darah sama sekali dengan Jung Jawa. Meski plintiran poni mereka jatuh di sudut pitagoras yang sama, tapi tetap saja beda. Lha wong yang satu koki ternama di Eropa. Sedang satunya, buat buka tutup saus Indofood saja harus dicongkel pakai bisikan ‘aku sayang kamu’ dulu.
Karena sedang ngomongin film Cina, izinkan saya terkekeh dengan bahasa Cina: Xixixixixi.
Ketika Stellar (restoran yang dibangun di depan Kedai Seven) mulai beroprasi, ternyata muncul berbagai masalah. Kedai Seven merasa dirugikan karena lahan mereka malah dipakai parkir mobil oleh pelanggannya Stellar.
Saat salah satu pengelola Kedai Seven protes, pihak Stellar malah mengadu akan menggusur bangunan tua tempat di mana Kedai Seven berjualan. Pengelola Kedai Seven yang getol itu bernama Hai Dan Mei a.k.a Uni (Tiffany Tang). Tentu saja di sini Uni tidak membahas tentang Vaseline lagi. Itu Uni Dzalikaaaa..! Xixixixixi.
Alhasil untuk menentukan siapa yang berhak membuka tempat makan di Spring Avenue, Sky dan Paul harus bertarung di kompetisi masak. Kompetisi ini ada tiga babak, lokal, nasional, dan internasional. Jika lolos ketiga babak itu, peserta berhak melawan Dewa Masak, Anthony Ko a.k.a Mountain Ko (Anthony Wong).
Dahsyat tenan yo, di Cina itu sudah ada Dewa Judi, Dewa Mabuk, lalu ada Dewa Masak. Kalau Indonesia sih punya Dewa Sembilan belas, Dewa Bujana, dan Dewaweb. Yuk, beli domain terbaikmu di Dewaweb.
Scene yang membuat saya terharu dengan film ini adalah relasi ayah dan anak yang ditampilkan melalui sosok Sky dan Dewa Masak. Selain untuk mempertahankan Kedai Seven, ternyata Sky juga memiliki ambisi untuk mengalahkan ayahnya. (Spoiler alert)
Sejak Sky masih kecil, ayahnya pergi untuk mengejar impian menjadi Dewa Masak. Dan ia tidak pernah mengakui Sky sebagai anaknya karena ia malu jika memiliki anak yang tidak bisa memasak.
Saya merinding ketika di atas panggung Sky menyodorkan mie ayam ke Dewa Masak. Saat Dewa Masak memakannya, Sky langsung berjalan meninggalkan panggung. Sky tidak peduli dengan hadiah atau gelar. Ia cuma mau menunjukkan kepada ayahnya jika ia bisa memasak. Itu saja.
Maka benar saja, ketika Sky melangkah keluar panggung, Dewa Masak memanggilnya. Saat Sky menoleh, Dewa Masak bilang, “Kerja bagus.” Itu benar-benar scene yang menyentuh bagi saya. Bagaimana tidak? Dua puluh tahun belajar masak hanya untuk mendapat pengakuan dari ayahnya bahwa ia bisa menjadi anak yang membanggakan, lho. Dan itu tersimbolkan dengan mie ayam! Luar biasa.
Nah, Cook Up a Storm ceritanya sesederhana itu tapi menyentuh. Dan hal lain yang membuat istimewa adalah visualisasinya. Marai ngelih. Mas Paul itu menyajikan makanannya cuantek bingit kayak Sangkuriang (Sangkuriang versi mana yang cantek cuuk??).
Sedangkan Sky lebih atraktif masaknya. Yang satu instagramable dan satunya instastoryable. Wuah, pakai istilahnya khalayak kekinian. Jangan ngaku generasi millenial posmodernis kalau nantinya punya anak belum dikasih nama yang instagramable. Lho, sing koyo piye iku? Ya misal, Joko Gram, Ani Insta, Budi Story, dan Yanto Feed. Kalau mau agak panjang juga bisa pakai nama Sri Started Following You. Gimana? Futuristik sekali, kan?
Haduhbiyuung.. Nonton film tentang masak itu memang harus waspada kelaparan. Apalagi kalau ingat skill masak diri sendiri masih level mie instan dan telur ceplok. Ini juga sedang belajar masak bubur Milna gagal-gagal terus. Jelas tidak bisa dibandingkan dengan Cook Up a Storm, dong. Yaiyalah!
Mas Paul itu masakannya kebarat-baratan. Sementara Sky ketimur-timuran. Masing-masing punya prinsip yang kuat. Mas Paul mengklaim kalau masakan barat itu terus berinovasi, sedangkan masakan timur cuma gitu-gitu saja. Kalau Sky lebih percaya jika masakan timur selalu menang di rasa karena tidak dimasak dengan trik saja, namun juga hati.
Uniknya, karena Mas Paul dikhianati sama si pemilik modal restoran Steller, ia kemudian banting setir memihak Sky untuk lolos babak ketiga. Jadi masakan barat bakal bertemu dengan masakan timur dalam satu piring! Anjaaay.. Ngeliiihhhhh..
Haduhbiyuung.. Lidah dan perut sudah tidak tahan lagi. Saya ingin makan makanan kombinasi barat dan timur sekarang juga! Tapi di mana?
Ketika tubuh mulai lemas. Ketika sekujur badan sudah pasrah pada lapar. Dan ketika mata terlanjur kepilu-piluan. Tiba-tiba saja, ada pemberitahuan wasap yang menggetarkan sukma.
Ada yang ngajak makan di Pesta Buntel.
Wow, tempat makan apa, tuh?
Karena memang sedang ingin makan yang di luar menu sehari-hari dan sedang hemat dalam satu waktu, maka saya menyatakan mau menerima ajakan traktiran itu.
Singkat cerita, saya sampai di Pesta Buntel, tuh. Tempatnya nyaman. Apalagi nuansa whiteaddict, pattern, dan tanaman-tanaman yang ditata bagus itu membuat saya berpikir mau ke Pesta Buntel lagi kapan-kapan. Tapi sendirian saja. Karena saya lihat ada colokan dan koneksi internet. Xixixixixi.
WATDEFAK! INI MENU APA?
Kira-kira begitulah teriakan isi hati saya ketika tahu ternyata Pesta Buntel itu konsepnya adalah fusion. Yaitu olahan dari masakan barat dan timur yang disajikan dalam buntelan tradisional Indonesia. Uedyan! Baru tahu konsepnya seperti Cook Up a Storm saja sudah sempoyongan lidah ini.
Jadi menunya itu ada aneka Pasta yang dibuntel dengan daun pisang dan dipadukan dengan saos asli Indonesia seperti saos padang, rendang, sambal matah, cabe ijo, saos tomat, bahkan ada juga rasa rica-rica! Selain itu, tidak kalah menarik juga ada menu Hainan yang tetap dibuntel daun pisang dengan varian rasa daging ayam fillet (saos kecap) dan rica-rica daging ayam.
Saat saya masih menahan iler, teman saya bertanya sama mas-masnya soal cara masaknya itu bagaimana. Lalu dijelaskanlah cikal bakal cita rasa Pasta Buntel tersebut. Jadi, pertama yang mereka lakukan adalah masuk ke dapur dulu sebelum memasak dan tidak lupa mengucap salam lengkap dengan basmalah. Kami pun manggut-manggut memaklumi kenapa mereka bisa begitu kreatif meramu masakan.
Usut punya usut, setelah Pasta atau Hainan itu digongso, makanan dibuntel dengan daun pisang lalu dibakar pakai arang. Gongso itu bukan acara TV yang dipandu Arie Untung, lho. (Itu Gong Show!). Gongso juga bukan harga diri atau martabat. (Itu GENGSI, bajindul!).
Jadi, gongso itu istilah dari Jawa untuk menyebut proses menumis, yaitu memasak di atas wajan dengan sedikit minyak. Lho kok tau? Katanya cuma bisa masak mie? Iya, barusan itu ngutip dari masukdapur.com. Tuh link source-nya nempel di dua paragraf sebelumnya. (Ngutipnya di mana, naruh sumbernya di mana. Pancen njaluk dibuntel otakmu, Ham.)
Penggunaan daun pisang ini bukan sepele, lho. Kalau di Cook Up a Storm itu seperti saat Sky menuangkan anggur beras di tepian casserole. Lalu ia lilitkan handuk di tepiannya agar uap tidak keluar. Nah, saat anggur beras bertemu dengan uap panas itulah rasa anggur menyatu dengan rasa ayam, bihun, dan kemangi sehingga menghasilkan aroma yang sedap abes!
Nah, daun pisang sebagai pembuntel pun juga demikian. Ketika dibakar dengan arang itu muncul aroma dan rasa yang khas bagi makanan di dalamnya. Konon, mereka terinspirasi dari sego bakar yang biasanya jadi menu di wedangan atau hik.
Selain itu, daun pisang juga ramah lingkungan. Sampah buangan daun pisang dapat diurai dengan mudah oleh alam, kan, ya? Yang tidak bisa diurai itu cuma jalinan asmara kita, lho, Tiw. Xixixixixi.
Penjelasan tentang olah masak itu membuat perut dan lidah meronta dengan buasnya. Lalu saya mulai menyimpulkan sendiri kalau ternyata hidangan tidak segera keluar itu karena memang proses memasaknya lama. Lha mau bagaimana lagi? Demi cita rasa tinggi, bosku.
Saat saya menenangkan perut dan lidah dengan sabar, tiba-tiba mas-mas Pesta Buntel bertanya, “Ini pesanannya sudah ditulis semua, Mas?”
BAZINDUL! DARI TADI BELUM MULAI PESEN TERNYATA.
Orang bijak perkulineran sih pernah bilang, “Nek luwe pekok. Nek wareg goblok.” (Kalau lapar –jadi- bodoh. Kalau kenyang –jadi- tolol). Kayaknya itu yang bikin quote pernah ikut tes IQ tiga kali, pas laper, pas kenyang, dan pas normal. Xixixixixi.
Xixixixixi ndasmu! Ngelih, boss!
Sembari menunggu pesanan datang, ada baiknya kepoin dulu instagramnya Pesta Buntel, nih.
Haduhbiyuung.. Kepo kok membuat usus saya gemetaran, ya? Ah, sudah, ah. Pokonya kamu harus nonton Cook Up a Storm dan mencoba makan di Pesta Buntel. Bagus lagi kalau bisa melakukan keduanya. Pesta Buntel ini pernah jadi tempat pemutaran film dalam rangkaian roadshow Pesta Film Solo, lho.
Yuk, kalau kamu mau ke sini langsung berangkat sekarang. Nih, saya send location. Jangan lama-lama. Sambil menunggu makanan tersaji memang menyenangkan jika sekaligus menunggumu datang menghampiri.
Rate
Cook Up a Storm : 6.1/10 versi IMDb (Internet Movie Database)
Pesta Buntel : 8.0/10 versi IMDB (Ilham Mau Dibuntel)
Hai, welcome back!
BalasHapusMie started following telur dadar garam dua sendok makan.
Bhahahak!
Aku pengin makan di sana kalo ke Solo lagik. Tapi tolong kamu pastikan bahwa aku akan menemukan uplik-uplik di sana, ya. Supaya kubisa tertawa terbahaq seperti waktu itu. Wkwkwk.
Hanzeng, apaan bawa-bawa tragedi garamku.
HapusSini buru. Keburu upliknya bangun wahahaha.
Wanjer. Belum baca sampe habis nih. Karena penasaran sama filmnya. Nanti saya komen lagi kalau udah nonton filmnya yes.
BalasHapusBtw, yang bahas Jung sama Uni Dzalika itu gokil.
Gile, sempet dipause dulu. Nonton oo sik, ben luwe.
HapusTulisanmu i nyat embuh og. Ora marai lue jane. Tapi gandeng ngakak terus aku dadi lue 😂😂😂
BalasHapusUntung aku kae ikut ke sana, kalau nggak udah penasaran banget tuh pengen ke sana. Fusili sambal mata aku paling favorit :D
Wah, lha apa aku nggak boleh nulis selama bulan puasa ini nanti?
HapusHeihhh jauh di Solo sana ya. Waduuuwwww ... kok ada ya pasta dibuntel daun pisang gitu.
BalasHapusWoo ya jelas ada dong. Lha wong kerinduan dibuntel daun tangis pun juga ada. Eini apa ya? Wahahaa
HapusTulisanmu Mas...cerdas nggolek kata2.
BalasHapusHla nek cerdas nggolek kura-kura yo aku ra nulis, Mbak.
HapusWakakakaka. Aku kepingkel2 baca sampe akhir. Dr mulai jas hujan sampai jas merah. Jung jawa emang tenar sampe dimention 😂
BalasHapusPadahal bagian jas hujan itu nggak penting, blas. Hahahaha.
HapusKalau ke solo wajib mampir nih. Eh, tapi masaknya ga pakai anggur beras kan?
BalasHapusEnggak, mbak. Yang anggur beras itu cuma di film doang.
Hapusaku lapar aku lapar. lapar ngebayangin mie ayam yang dibuat Sky dan lapar melihat makanan di pesta buntel. tangggung jawab!
BalasHapusSebagai wujud tanggung jawab, saya doakan semua hasrat laparnya bisa teratasi dengan semangkuk mie. Amin.
HapusBaca judulnya kirain mau mereview tempat makan, pas baca awalnya oh review film rupanya, ehhh bener review tempat makan... Ehhhh... Duh bingung kujadi lapar 😕
BalasHapusBahahhak. Selamat datang ditulisan ngetwist yang ngasal-ngasal bikin sebal
Hapuswaddoooh... daku jadi laper dan baper baca postingan ini. baper ama adegan pas si Sky dapat pengakuan dari sang dewa, eh sang ayah. laper karena liat foto-foto Pesta Buntel. kamu harus tanggung jawab mas :D
BalasHapusAsli ngakak bagian Vaseline nya Uni 🙍😒😒
BalasHapusIni sumpah aku kok langsung ngiler liat pasta dibuntel daun pisang omegaaad melarnya menggoda banget ituh😭
menggabungkan review film dengan panganan,,, memang cerdas.. ini baru konsep blogger sejati :D
BalasHapus#Penjilat Detect
bingung dech sama artikelnya. tapi lihat menunya bikin laperrrr
BalasHapusantara film dan makanan di dunia nyata, sepertinya filmnya oke juga buat ditonton dan makanannya enak juga buat dilahap. boleh dilakukan bersamaan?
BalasHapusHehe keren banget nih mas tulissnnya membahas dus hal yang beda tapi masih sejenis.. ya sesuai dengan tagline blog ini haha..
BalasHapusSaya save location pests buntel nya mas.. sapa tau kalau pas baru ke solo bisa mampir kesana..
Lalu akupun bingung membacanya, intinya adalah jadi jadi lapar usai melihat foto-foto makanan. Menunggu Pesta Buntel buka cabang di Jakarta deh, nanti langsung tak cicipi.
BalasHapusJadi laper melihat makanannya
BalasHapusSayang sekali cuman di solo adanya ada keju mozarellanya bikin ketagihan
"....
BalasHapusDahsyat tenan yo, di Cina itu sudah ada Dewa Judi, Dewa Mabuk, lalu ada Dewa Masak. Kalau Indonesia sih punya Dewa Sembilan belas, Dewa Bujana, dan Dewaweb. Yuk, beli domain terbaikmu di Dewaweb.
..."
Kamu lucu, salam buat patjar ya 🤣🤣🤣
Oh wah aku bisa mencium baunya, ahahahaa #ngilerrrr
BalasHapusDi kampungku ada jg masak mie pepes, bisa manis bs gurih. Pakai saos boleh juga ih
Tulisannya asik banget aku sambil ngikik2 gini tengah malem, suka banget deh sama film2 yg temanya masak2 gitu.. oiya ternyata pesta buntel itu semacam nasi bakar yg nasinya diganti pasta ya ternyata kreatif..
BalasHapusFilmnya keren ya.. bisa diliat dimana ya. Jd kepengen nonton nih. Btw itu makanan bikin ngiler aja sih..
BalasHapusaku terbelalak karo tampilan visual e pas masak-masak kae. macam iklan kecap bango & mie sedap..hahaha. apik!
BalasHapustulisannya apik, ILham. Saya bingung dengan yang pada komen bingung dengan postingan ini, hehe. Bingung di mananya padahal semuanya jelas. Jarag lho, ada yang mau pakai [remis berlapis gini. Btw kalau Uni ke Solo ajak ke sana, dong. Eh tapi manis ya?
BalasHapusbtw lagi, kenapa bawa-bawa vaseline Uneeeeeh
yen aku sedih,ketoke kudu berkunjung kemari, wes mesti bakal ngakak... hahaha.. iso-isooooo e jeee
BalasHapusWaduh.. Marakne ngelih... haha
BalasHapusMENGGAPAIANGKASA.COM