23 November 2017

Lupakan Tiang Listrik, Bicara Hoax Lebih Penting


Salah satu hal lucu dan ironi tahun ini selain tragedi Tiang Listrik adalah mencopot instalasi Traveloka karena informasi hoax yang terjadi beberapa hari lalu.

Gerakan menggulingkan Traveloka melalui cara #UninstallTraveloka yang sempat ramai di Twitterland ini terlihat lebih mirip sirkus online daripada revolusi. Gerakan ini terjadi lantaran aksi walk out (WO) sejumlah orang ketika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sedang berpidato di acara ulang tahun sekolah Kolese Kanisius.

Tiba-tiba saja muncul informasi di WhatsApp mengatakan bahwa salah satu yang terlibat aksi WO tersebut adalah Derianto Kusuma, CTO sekaligus salah satu pendiri Traveloka. Lantas saja digaungkan gerakan #UnistallTraveloka yang diikuti oleh banyak pengguna ponsel pintar.

Hadeh, pemboikotan Traveloka ini memang gerakan salah sasaran yang maha wagu. Jika toh ingin melakukan gerakan boikot-boikot atas apa yang terjadi pada acara itu, semestinya kita fokus pada nama Ananda Sukarlan saja. Kenapa? Sebab, pianis terkenal itu adalah orang pertama yang mengambil tindakan WO. Jadi mari kita gebyarkan gerakan #UninstallPerfectPiano saja.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Bapak Derianto ketika mengetahui produknya sedang di-uninstall ramai-ramai. Bayangkan saja di suatu sore yang mendung dengan belaian angin tipis-tipis tengah Bapak Derianto nikmati bersama secangkir kopi. Matanya terpejam menikmati senandung Teluk Bayur yang beliau request dari stasiun radio terdekat. Saat hendak ngetwit, “Kopi ini enaknya aku minum sekarang atau nanti, ya, Guys?”, beliau malah mendapati trending topic yang menohok sekali.

Jangankan Bapak Derianto, Wakil Komandan Divisi Empat Aliansi Shinobi, Nara Shikamaru pun jika berada pada posisi itu juga bakal kinjat-kinjat tak karuan.

Nah, berkaca dari fenomena menyedihkan ini, kita melihat bagaimana the power of hoax menjadi senjata ampuh untuk melakukan subversi terhadap seseorang atau sesuatu. Saya menduga, lima tahun ke depan profesi prestisius seperti dokter, youtuber, dan host Bigo akan tergantikan dengan profesi-prefesi visioner seperti Creative Hoax, Hoax Freelance, Hoax Analyst, dan Hoax Interface Designer. Satu-satunya profesi yang tidak diperlukan di era post-truth ini adalah Editor Hoax. Ya, hoax tidak butuh editorial.

Hoax terbaik adalah hoax yang ala kadarnya, disajikan tanpa estetika visual dan ditulis dengan menerabas EBI maupun typo. Hoax semacam ini jauh lebih disukai masyarakat karena mudah dipahami, dan tentu saja agak ndagel. Dalam pandangan Lefort, fenomena 'perbudakan sukarela' ini menjadi penting lantaran potensinya membentuk logika ekseklusif dalam masyarakat.

Coba, pernah tidak dirimu percaya dengan informasi dalam grup WhatssApp terkait agenda operasi tilangan atau yang orang Mataram sering menyebutnya, 'mokmen'? Apakah dirimu tergerak untuk menyebarkannya ke grup-grup WhatssApp lain karena merasa informasi itu berguna? Apakah ketika dirimu memutuskan untuk menyebarkan informasi itu terlintas gagasan brilian seperti ini, “Kalau info ini benar, aku telah membantu orang banyak. Tapi kalau hoax, ya nggak apa-apa. Toh nggak ada yang rugi.” Duh, celaka.

Andai saya ini titisan Bapak Anies Baswedan, saya pasti mengatakan, “Saudaraku. Hoax dahsyat bermula dari hoax-hoax kecil yang ditumbuhkembangkan.”

Ibaratnya begini, suatu ketika Pak Agus mendapat kiriman buah satu bagor dari saudaranya. Saking senangnya, Pak Agus memutuskan untuk membagikan buah itu dengan tetangga-tetangganya. Ia mengambil beberapa buah lalu dimasukan ke dalam kantong plastik. Buah itu langsung ia berikan kepada orang-orang.

Pak Agus pulang ke rumah membawa perasaan gembira karena turut berbagi dengan sesama. Sampai di rumah ia melihat istrinya membuang buah-buah yang tersisa ke tempat sampah. Tentu saja Pak Agus kaget setengah modyar.

“Lho, kok buah-buah dari saudaraku ini kamu buang semua, Yu?”

“Bosok kabeh, Mas.”, jawab Patricia kecewa.

Di sini pentingnya meninjau sebelum membagi, Guys. 


Jika kehidupan kita terlalu sibuk untuk mencari kebenaran informasi tersebut, yasudah, biarkan saja. Kita tidak mendadak punya tanggung jawab untuk membagi informasi-informasi itu kok. Kecuali kalau grupmu memang hoax center yang punya semboyan, “Sampaikanlah walau satu hoax.” (Lalu hamtiar.com disebut penistaan agama dalam hitungan 1.. 2.. 3..).

Menggiring opini masyarakat, menciptakan logika ekseklusif, dan menanamkan kebenaran-kebenaran palsu adalah tindakan yang tidak sulit dilakukan di era ini. Sebab, sebagian masyakat sudah siap sedia untuk diaktifkan sense of hoax-nya baik sebagai konsumen maupun distributor. Ibarat startup, marketplace untuk produk-produk hoax itu sudah ada.

Saya penasaran sekali, Traveloka kan aplikasi buat traveller, lha para alumni #UninstallTraveloka itu apa memang orang-orang yang doyan piknik? Ini pertanyaan penting. Tolong bantu dijawab, ya. Sebab bagi saya hal ini tidak masuk akal.



Lha kalau doyan piknik kok gampang diapusi?


Pict source: pexels.com

27 komentar:

  1. Aku gak ikutan #UninstallTraveloka sebab Traveloka memudahkan urusanku. Kusuka. Murah pun. Huuu rangorang kurang piknik aja makanya main uninstall sembarangan. Mending pada uninstall social media, buat orang-orang demikian social media jadi banyak sekali mudharatnya.

    Hai,titisan Pak Anies. Gelut piye? :)

    BalasHapus
  2. Gara-gara topik tulisanmu iki aku pengen gawe artikel dengan judul, "Save Your Precious Click on Internet"

    BalasHapus
  3. aku gak pernah uninstall krn bagiku itu gak perlu dipikirkan, Traveloka masih membantu aku jadi dipertahankan hahaa

    BalasHapus
  4. aku nggak uninstall karena memang app traveloka nggak ada di hapeku hahhahaa... maklum, daku hobi piknik tapi masih kere, pikniknya yang deket-deket aja, jadi nggak perlu beli tiket di Traveloka.

    etapi emang kemarin itu sungguh lucu sekali pas dapat pesan WA dari seorang kawan yang isinya ngajak uninstal applikasi Traveloka, sungguh hebat si pencetus hoax ini :D

    BalasHapus
  5. Tulisane ndagel tenan iki ham, gaya pembahasannya kowe banget, ndagel tenan 😂

    Iya kadang aku juga heran, sedemikian rendahnya minat membaca dan melihat sesuatu, sampai2 jika ada suatu berita terbaru, mereka langsung menelannya tanpa perlu melihatnya apakah benar begitu? Lalu ketika kecele bahwa itu berita hoax semata, sungguh demi tiang listrik yg masih kokoh berdiri, sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang merugi.

    Jadi ingat sama ucapannya Goebbels, menteri propaganda nya pakde kumis tengah, bahwa suatu kebohonongan yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi sebuah kebenaran...
    Sungguh itu bahaya sekali..

    Aku punya rekomendasi buku Bagus soal pembahasan beginian ham, bukunya Kerumunan Terakhir-nya Okky Madasari itu membahas perihal kehidupan media sosial sampai seluk. Beluk bagaimana menciptakan trending dan menyebarkan kabar dengan cepat ..

    Buku Bagus yg sungguh direkomendasikan utk dibaca generasi millennial..

    BalasHapus
  6. Ah ini ya yg sempet rame kemarin tapi bentar doang, malah ada yang bikin joke kalo gak punya ya install dulu wkwkwk dasar orangorang, mudah sekali terprovokasi, harusnya ya cek ulang dulu dan jangan turut langsung menyebarkan hoax ngahaha XD

    BalasHapus
  7. Aku ga uninstal krn beritanya ga nyambung jg sm aku. Gada untung ruginya.wkwkwk antara miris dan pengen ketawa baca kalimat penutupnyA

    BalasHapus
  8. Warganet zaman now, bawaannya latah boikot sana sini. Lah beritanya bener apa enggak ya bak dicek dulu. Yang penting boikot....


    BalasHapus
  9. Yang pidato di sekolah bukannya wakil gubernurnya ya mas? Soalnya dia bagian dari pemuda salah satu ormas yang kebetulan kantornya bersebelahan dengan sekolah itu? Eh apa aku salah baca ya, secara aku gk terlalu update berita politik, lbh update berita sayuran atau lauk yg naik mulu gk turun2 #curcol hahaha

    Gak uninstall aplikasi itu krn emang gak install, maklum hape jadul kepenuhan memori hahaha :P

    Untungnya "perang"-nya cuja di medsos aja, di dunia nyata rukun2 aja semoga begitu aamiiin

    BalasHapus
  10. HAHAHA Hoax. Biasanya dapet berita hoax sering di grup keluarga karena keluarga biasanya asal copas aja gak dicari dulu kebenaran sumbernya darimana. :D

    Yang ikutan #UnsintallTraveloka kurang piknik, setuju gue! :D

    BalasHapus
  11. Aku enggak uninstall karena.... karena hapeku ramnya cuma 1 GB dah kepenuhan dengan aplikasi must item sebagai blogger enggak bisa install tarveloka. 😭😭😭

    Tapi entahlah rangorang yang nyebarin hoax biasanya itu lagi itu lagi. Ampe bosen. 😠

    BalasHapus
  12. Biasanya saya belanja pulsa dan pakt data di Traveloka, sering ada diskon dan promo. Harga tiketnya juga lumayan biarpun gak ada diskon, suka ada kode kupon potongan 100.000 kan enak jadinya.

    BalasHapus
  13. Yes, pikiran-pikiran "ambil hikmahnya aja gan" memang merusak. membuat hoax makin dahsyat. parah.

    BalasHapus
  14. Saya juga gak uninstall, karena memang gak ada app Traveloka sebelumnya di hape saya. Hehe.
    Kalo soal apakah alumni uninstall Traveloka adalah para traveler? Ya bisa aja iya lah. Sekarang mau traveler, guru, atau bahkan hakim gak jarang ikut sebar berita hoax juga. Ada tuh di grup WA saya. Hihihi.

    BalasHapus
  15. Sampe skg aku gak mencoba untuk ikut2an instal traveloka. Karena aku jg butuh banget buat cari2 tiket. Sekaligus ngebandingan kl beli di tempat lain. Maklum emak2 mah nyarinya yg murah2 aja.

    BalasHapus
  16. gak pernah uninstall la ga install juga.., ya kalau mau bertindak harus tepat sasaran..

    Bingung sekarang..kadang susah bedain mana yg hoax..

    Berita di tv nasional pun banyak ga berimbang...

    Oh negri ku kacau banget . ..

    BalasHapus
  17. Berita hoax ya kalo saya sih ga mikirin begituan kalo butuh tinggal install sih sebenernya kalo populeritas aplikasinya bagus knpa harus takut berita hoax traveloka

    BalasHapus
  18. Aku jg ga ikutan uninstall traveloka, lah wong install aja blm.. Walau cm ibu rmh tangga, tp lumayanlah setahun bisa 10 kali kok naik pesawat, walau cuma mondar mandir jakarta-palembang-jakarta. Alias mudik..

    tp aku setuju sih check dan richeck dulu, dan ga ikut ikutan.. Walau tetap harus ikut ambil sikap kalau memang yg di hoax itu ternyata benar.

    BalasHapus
  19. Aku kemarin uninstal traveloka karena emang eror pas instal lagi berhasil..
    Ah masyarakat jaman now kan emang senang membesar2kan masalah hahah

    BalasHapus
  20. Aku ngakak sih pas #UninstallTraveloka jadi TT di Twitter. Dan ternyata beritanya HOAX. Mamam... Ya orang kita kan paling seneng kalo dapet berita heboh dan nelen mentah".
    Lah jangankan orang awam, wong dosen aku aja yg di facebook, langsung heboh serukan boikot Traveloka. Miris euy!
    Katanya sih nggak mau/nggak bisa serukan boikot pak Ananda Sukarlan, karena "pianis" tuh nggak terlalu seksi isunya Digoreng di masyarakat. Kan seringnya pada denger lagu dangdut atau EDM. Ya masa bodo lah sama pianis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren banget masyarakat pencinta hoax konsumsinya EDM. Ndak mungkin kayanya :'(

      Hapus
  21. Bener nih, byk informasi2 yg disebar di WA group, jd mesti lbh ati2 kl mau nyebar2. Dan pastinya Traveloka msh nyantol di hape lah hahaha.

    BalasHapus
  22. Gue kadang bingung sama hoax-hoax ginian. Di satu sisi, kesel sama mereka yang males banget pake otak buat mikir. Tapi di sisi lain, yang beginian itu asik buat diketawain.

    BalasHapus